Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ritual Ramadan Itu Bernama Naiknya Harga Bahan Pokok

24 Mei 2017   10:59 Diperbarui: 24 Mei 2017   12:19 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intervensi dari sisi supply selama ini sudah pasti menjadi fokus dengan menggenjotnya melalui produksi besar-besaran (masal) atas bahan pokok dalam negeri atau bila tidak mencukupi akan dipenuhi melalui pasokan impor. Gagal tanam dan gagal panen, panen yang tidak mencukupi,  dan lain-lain seringkali menjadi “kambing hitam” dari sisi produksi ini.

Namun pernah kah kita berfikir untuk mengatasi kebutuhan bahan pokok itu dari sisi demand. Dari sisi ini tentu konsumen menjadi penentu. Konsumen adalah rajanya, dan perilaku konsumen seharusnya menjadi indikator pokok dalam intervensi.

Pertanyaannya adalah pernahkah ada upaya pemangku kepentingan untuk mengurus perilaku konsumen..?Kalau memang ada, sudah totalkah upaya tersebut...?.

Ramadhan adalah bulan yang bisa diprediksi datangnya dan bisa juga dikalkulasi (diminimalisasi)  efek dominonya. Pendekatan historis akan kebutuhan bahan pokok bisa juga menjadi rujukan dalam pendekatan perilaku. Disini juga seeprtinya sudah mulai harus difungsikannya para ulama, kiyai, mubaligh, sesepuh dan lain-lain dalam pengendalian kebutuhan bahan pokok di bulan Ramadhan terutama menanamkan nilai-nilai nafsu dan mubadzir dalam pengelolaan bahan pokok.

Konsumen sudah saatnya diajarkan untuk memenuhi kebutuhan dan bukan memenuhi keinginan akan bahan pokok. Sehingga tidak perlu lagi terjadi penimbunan bahan pokok. Kalau konsumen sudah cerdas, tentu tidak akan ada lagi mafia bahan pokok terutama dibulan Ramadhan.

Namun semua itu tentu harus dengan jaminan, keseriusan dan kepastian dari pemerintah bahwa stok bahan pokok dipasaran harus tetap stabil dan tidak berkurang. Dengan demikian mafia bahan pokok akan menjadi musuh bersama.


Dan, Kedua yaitu : Daya Beli masyarakat hampir selalu turun dibulan Ramadhan.

Bila pemerintah memberi PNS dengan THR dan perusahaan-perusahaan juga begitu. Lalu bagaimana dengan petani dipedesaan. Mereka yang sejatinya adalah penyedia bahan-bahan pokok apakah juga mendapatkan nikmat yang sama dengan mereka yang tinggal diperkotaan...?

Bagaimana dengan petani karet dan sawit..? Wah...harga karet dan sawit yang terus merosot akhir-akhir ini tentu menjadi tantangan tersendiri dibulan puasa ini. Terutama bagi petani karet. Harga karet yang terus tergerus anjlok dan menyentuh harga Rp 6000,- /kg saat ini tentu membuat para petani harus “mensyukuri” datangnya bulan Ramadhan, karena dibulan ini kita tidak perlu makan tiga kali sehari. Kita cukup makan dua kali saja yaitu saat berbuka dan saat sahur. Dengan begitu pengeluaran pada saat Ramadhan ini insya allah bisa ditekan.

Sebetulnya bukan masalah harga sembako yang mahal yang dipikir dan dikeluhkan oleh masyarakat pedesaan, tetapi bagaimana harga komoditas mereka bisa naik mengimbangi harga sembako yang mahal sehingga daya beli mereka pun baik dan terjangkau. 

Harga bahan pokok yang mahal dan harga karet yang murah sudah pasti sangat menyiksa para petani. Bagaimana tidak, harga sekilogram karet itu tidak mampu membeli sekilogram beras. Kekhusyukan mereka beribadah di bulan Ramadahan ini tentu akan menemui banyak tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun