Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Tanpa Ruang Seperti Seorang Pekerja Lepas

21 Juli 2018   11:32 Diperbarui: 21 Juli 2018   11:45 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka tak butuh kelas serba lengkap. Mereka memanfaatkan alam dan lingkungan sekitarnya. Tentu saja kita juga pasti sangat kenal kisah Ikal, Laskar Pelangi, yang bisa mengecap pendidikan hingga ke luar negeri di tengah keterbatasan.   

Bincang santai bersama founder Ikin School (dok.pribadi)
Bincang santai bersama founder Ikin School (dok.pribadi)
Inilah yang ditangkap oleh Ikin School. Anak-anak bisa belajar dengan bebas namun tetap dalam koridor aturan dan kurikulum nasional. Anak-anak bisa mengembangkan potensi akademiknya masing-masing di rumah atau di luar rumah tanpa harus bersekolah. 

Agar orang tua bisa mendapatkan jalur yang tepat sehingga anak-anak tetap bisa punya kesempatan bertarung di tingkat nasional dan perguruan tinggi, Ikin School menjadi jembatan dan fasilitator sehingga benar-benar memastikan anak-anak tak kehilangan haknya.

Mendengar kisah Ibu Yuliana Shinta, founder Edelweiss Edutour, yang sempat dipandang sebelah mata di mata keluarga besar karena kurang mahir dalam bidang eksakta pun menjadikan saya semakin yakin bahwa anak-anak yang dianggap kurang pintar di salah satu bidang bukan berarti bodoh. Bisa jadi kita, sebagai orang tua dan guru belum menemukan kekuatan dan kelebihan anak tersebut.

Beruntung kedua orang tua Ibu Yuliana Shinta melihat potensi bahasa yang menonjol pada diri anaknya. Berkat dorongan dari kedua orang tuanya, Ibu Shinta sampai bisa mendapatkan kesempatan magang di salah satu sekolah di Adelaide, Australia untuk melihat lebih dekat bagaimana cara Australia mendidik anak-anak mereka. 

ikin-school-2-5b52acce677ffb54892037d2.jpg
ikin-school-2-5b52acce677ffb54892037d2.jpg
Pengalaman mengecap cara Australia mendidik anak-anaknya itulah yang diadopsi oleh Ibu Yuliana Shinta ketika menjadi konsultan pendidikan dalam bidang Bahasa. 3 magic words; "tolong", "terima kasih" dan "maaf" inilah yang menjadi pondasi dasar anak-anak sebelum beranjak dewasa.

Betul jika ada cerita jika guru-guru di Australia akan lebih concern jika ada anak yang susah antre daripada anak yang belum bisa membaca atau belum bisa menghitung.

Yup, kita bisa lihat outputnya sendiri di Indonesia. Tata krama dan budi pekerti yang seharusnya sudah menjadi karakter anak-anak bangsa justru hilang saat mereka lulus dan memasuki dunia kerja. Mengapa? Karena orang tuanya pun tidak sinkron mendidik anak di rumah. 

Buktinya, ribuan SKTM ditemukan di Jawa Tengah dan beberapa daerah lainnya agar orang tua bisa memasukkan anaknya ke Sekolah Negeri. Mereka menggadaikan harga dirinya dan mempermalukan anaknya demi mendapatkan kursi di sekolah negeri. Sungguh miris!

Bincang bersama Ketapels di Telaga Kahuripan Bogor (dok.Ikin School)
Bincang bersama Ketapels di Telaga Kahuripan Bogor (dok.Ikin School)
Banyak hal yang diceritakan oleh Ibu Shinta bagaimana jurang pendidikan antara anak-anak Indonesia dengan negeri tetangga begitu dalam. Hal tersebut bisa terlihat saat Ibu Shinta membawa anak-anak dari Indonesia untuk belajar bersama di dalam kelas. Dalam soal penguasaan bahasa saja kita sudah kalah. Anak-anak Indonesia paham Bahasa Inggris secara pasif sementara anak-anak lain dari Malaysia dan Singapura sudah menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.

Bukan hanya muridnya saja, gurunya pun begitu, tutur ibu Shinta. Guru-guru dari Indonesia kerap kali membisu ketika diajak studi banding ke Sekolah lain di luar negeri. Meskipun mereka paham Bahasa Inggris, tapi tak ada keberanian untuk mengungkapkan pendapat karena takut salah, takut ditertawakan, takut dianggap bodoh ketika berbicara Bahasa Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun