Mohon tunggu...
Fika Fatiha
Fika Fatiha Mohon Tunggu... Lainnya - Beriman, Berilmu, Beramal

Menulis Karena Ga Bisa Menggambar

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pacaran Sama dengan Ta'arufan? (Opini Menanggapi Pernyataan Habieb Husein Ja'far)

4 Mei 2022   10:00 Diperbarui: 5 Mei 2022   08:01 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali kepada konteks judul yang ada. Jadi, apakah benar pacaran itu sama dengan ta'arufan? Pacaran itu bisa saja sama dengan ta'aruf bila memang pacaran dikembalikan kepada kemurnian esensi tradisi jaman dahulu, yaitu diketahui oleh kedua orang tua, tidak berduaan, tujuannya untuk mengenal satu sama lain, dan tujuan akhirnya adalah untuk menikah. Maka, definisi ta'aruf memang bisa disamakan dengan pacaran bila memang esensinya, definisi dan maknanya dikembalikan kepada fitrahnya.

Tapi, definisi pacaran bisa sangat tidak sama dengan ta'aruf, hal tersebut akan menjadi definisi yang salah bila kita melihat kepada konteks hari ini. Definisi tersebut salah karena pacaran bukan lagi dijadikan untuk ajang pernikahan, tetapi pacaran yang dilakukan hari ini adalah pacaran yang dilakukan secara diam-diam (tidak diketahui orang tua), pacaran hanya untuk memuaskan hawa nafsu, pacaran hanya untuk dijadikan agar mengusir rasa sepi, pacaran hanya untuk dijadikan ajang pamer lakunya kita dengan lawan jenis. Inilah definisi pacaran yang salah dan kebablasan saat ini.

Dalam hal ini penulis belum bisa menilai secara penuh bagaimana definisi pernyataan yang disebutkan Habieb Ja'far tentang bagaimana konteks pacaran yang Beliau maksud dalam video youtube tersebut, karena memang ada ranah definisi yang benar bahwa pacaran sama dengan ta'aruf ada pula definisi yang salah bahwa pacaran (versi yang dikenal secara umum saat ini) itu jelas tidak sama dengan ta'aruf. Tetapi dalam videonya, Habib Husein Ja’far juga menjelaskan bahwa pacaran itu bisa disebut ta’aruf asalkan konteksnya, goalsnya untuk pernikahan (bukan hanya sekadar ingin have fun belaka) dan juga tidak berdua-duaan. Maka bila memang definisi pacaran dikembalikan kepada fitrahnya seperti demikian, hal tersebut berarti esensinya sama seperti ta’aruf, walaupun dalam pernyataan Habieb Husein masih kurang mengenai definisi ta'aruf yaitu mengenai definisi ta'aruf dalam konteks secara keseluruhan, dalam ta’aruf kedua orang yang menjalin hubungan harus mengenalkan orang tuanya satu sama lain. 

Maka sebelum menilai, penulis menyarankan para pembaca untuk menonton video youtube tersebut secara keseluruhan (penulis akan menuliskan alamat video tersebut di referensi).

Yang penulis sayangkan dalam fenomena ini adalah masyarakat mudah gampang percaya dengan hanya sekadar melihat potongan video yang di share ke sosial media, jelas ini menimbulkan miskonsepsi yang berujung perpecahan yang disertai rasa saling membenci, dan orang-orang yang menilai Habieb Ja'far salah dalam persepsinya dibarengi pula dengan tuduhan tak bersumber bahwa Beliau adalah seorang penganut golongan yang salah menurut pandangan masyarakat secara umum.

Padahal sejauh yang penulis tahu, Habib Ja'far secara eksplisit belum pernah mengemukakan bahwa Beliau merupakan dari golongan tersebut. Dalam keterangan biodatanya di Wikipedia, Beliau hanya pernah belajar di Pesantren yang mempelajari golongan tersebut.

Dengan hanya pernah belajar disana bukan berarti Beliau adalah golongan tersebut. Sama seperti banyaknya Muslim yang Ber-Sekolah di Sekolah Katholik, apakah otomatis Muslim tersebut karena Ber-Sekolah di Sekolah Katholik lantas menjadi Katholik? Tentu Tidak. Atau yang lebih jenaka lagi, ketika kita hanya baru menonton anime satu atau beberapa kali saja lantas orang langsung men-cap bahwa kita adalah seorang Wibu, padahal belum tentu. Inilah yang disebut dengan Logical Fallacy dimana sebuah argumen tidak dibalas pula dengan argumen tetapi lebih menyerang kepada ranah-ranah di luar konteks argumen tersebut.

Dalam melihat peristiwa ini, yang ingin penulis tekankan adalah kita sebagai manusia sebelum men-judge apapun mari bertabayyun terlebih dahulu. Tabayyun ini di ajarkan pula dalam Islam.

Sama seperti kamu bila sedang makan, makanan yang kamu makan tidak langsung ditelan bukan? Kamu perlu mengunyah nya terlebih dahulu sebelum masuk ke lambung mu agar bisa merasakan rasanya dan tidak membuat lambungmu sakit. Begitu pun dengan informasi yang didapat, pertanyakan lagi, uji lagi informasi tersebut jangan langsung di telan mentah-mentah karena bisa jadi informasi yang kamu anggap baik (yang kamu telan mentah-mentah) akan merusak semua hal yang ada dalam pikiran dan tindakanmu saat ini. Begitupun informasi yang kamu baca pada artikel ini, mari pertanyakan lagi.

Wawlohualam bissowab

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun