Aku terdiam dan membiarkan bik Imah mengelap pahaku yang juga terkena serakan nasi.
"Non Hana, bibik ambilkan nasi lagi ya...?"
Aku menggeleng pelan.
"Non Hana baik-baik saja kan non ? pucat sekali..." bik Imah terus mengguncangkan bahuku
Bibirku kelu. Aku ingin menjawab, tapi tak bisa.
Bik imah mulai menangis dan meraung sambil memelukku erat, "nooonnn...non Hana kenapaaaa ?"
Aku tak bergeming. Kepalaku terasa berat. Ragaku lunglai, tapi aku masih bisa merasakan hangatnya jingga menyusup di relung-relung tubuhku. Aku tak mampu lagi berkhayal. Kulihat dari batinku, jingga menggapai-gapai tanganku. Mungkin ini sudah waktunya, bertanya terakhir kali pada jingga. Pertanyaan yang kutahu selalu tanpa jawaban.
"jingga, bisakah kau antarkan aku menemuinya ? sekarang...saat ini juga..."
Mendadak sekelilingku gelap. Mataku terpejam.
***