Halo, Sahabat Kompasiana!
Pernahkah kalian mendengar tembang macapat? Bagi sebagian orang Jawa, nama ini mungkin akrab di telinga, tetapi tak bisa dimungkiri banyak anak muda yang bahkan belum pernah mendengarnya sama sekali. Padahal, macapat bukan sekadar lagu, melainkan bagian dari sastra Jawa klasik yang sarat filosofi kehidupan.
Nah, di Desa Sawahan, sebuah langkah menarik dilakukan untuk menghidupkan kembali tembang macapat di kalangan generasi muda. Tim pengajar yang terdiri dari Efrizal, S.S., M.A., Feri Agustin Fidya Pratiwi, dan Itfina Nara Anindya memulai sebuah program edukasi yang menyenangkan sekaligus bermakna: "Learn Macapat Songs in Sawahan Village for the Younger Generation".
Mengapa Macapat Penting?
Macapat adalah puisi tradisional Jawa berbentuk tembang atau nyanyian. Dalam tradisi Jawa, ada 11 jenis tembang macapat yang masing-masing melambangkan tahapan hidup manusia, dari lahir, tumbuh, menghadapi masalah, hingga akhirnya berpulang. Tembang-tembang ini bukan sekadar karya seni, melainkan sarana untuk memahami nilai moral, etika, dan falsafah hidup orang Jawa.
Sayangnya, perkembangan zaman membuat banyak generasi muda tak lagi mengenal apalagi melagukan macapat. Di Sawahan, fenomena ini pun dirasakan. Para siswa di desa tersebut kebanyakan belum mengenal tembang ini, padahal ia adalah bagian dari identitas budaya mereka sendiri.
Belajar dari Buku hingga Bertemu Pelaku Seni
untuk menjawab tantangan itu, sebelum  memperkenalkan tembang macapat kepada siswa, tim pkm terlebih dahulu belajar dari buku tembang macapat hingga berkunjung ke para tokoh macapat di Desa Sawahan secara langsung. Di sana, mereka dapat belajar langsung dari para pelestari seni ini, mendengar cerita, hingga menyaksikan pementasan macapat yang masih hidup di tengah masyarakat. Pengalaman ini membuat pembelajaran lebih hidup, menyentuh rasa, dan memberi kesan mendalam bagi tim pkm sawahan. Kemudian mereka membuat modul pembelajaran dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
"Melestarikan budaya itu bukan hanya tentang menghafal, tapi tentang mengenal, merasakan, dan memahami maknanya," begitu kurang lebih pesan yang ingin disampaikan para pengajar melalui program ini