Selain itu, mereka memanfaatkan media sosial untuk memamerkan karya dan memperluas jejaring, sehingga bisa tetap eksis di tengah tantangan ekonomi dan perubahan zaman.
Tak sekadar simfoni warna di atas kanvas, lukisan wajah Kota Tua kerap menjadi titik temu banyak pihak---warga lokal, pelancong, hingga kolektor seni. Melalui karya mereka, pelukis seperti Eel dan Tendy membantu memperlihatkan identitas serta kisah manusia di balik aktivitas sehari-hari. Setiap goresan kuas mampu menjembatani kesenjangan sosial dan menghadirkan pemahaman baru akan ragam karakter di Kota Tua.
Meski telah berkembang, seni jalanan di Kota Tua menghadapi sejumlah kendala, mulai dari regulasi yang belum jelas, persaingan dengan hiburan komersial, hingga fluktuasi minat pengunjung. Cuaca dan ketidakpastian penghasilan juga menjadi tantangan harian bagi para pelukis. Untuk tetap bertahan, mereka kian aktif menampilkan karya secara daring dan rutin berkolaborasi dalam beragam pameran.
Eel menaruh harapan pada dukungan pemerintah dan masyarakat agar seni jalanan dapat semakin terorganisir serta berkembang. "Kalau ada dukungan yang lebih baik dari pemerintah, kami bisa lebih maksimal menyebarkan pesan budaya. Seni jalanan bukan hanya untuk hari ini, tapi investasi bagi generasi mendatang," tegasnya.
Dengan semangat yang tinggi, Eel, Tendy, dan komunitas pelukis Kota Tua terus mengisi ruang kota dengan warna dan kisah manusia. Di setiap garis dan warna, tersimpan cerita-cerita yang memperkaya narasi urban Jakarta. Dukungan berbagai pihak akan membuat Kota Tua tetap menjadi ruang kreatif yang hidup dan memberi makna, bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI