Melihat semua kenyataan ini saya kok agak tergelitik dan merasa niat Jokowi untuk memangkas birokrasi dengan alasan efektifitas kerja dan efesiensi menjadi terkesan Ambigu.
Di satu sisi memangkas eselon birokrasi namun di sisi lain menambah lapisan jabatan baru yang mungkin menambah panjang rantai administratif.
Jadi pemangkasan eselon itu terkesan tak jelas maksudnya, jika dikaitkan dengan efektifitas dan efesiensi sebuah kebijakan. Toh di bawah dipangkas, eh di atas malah ditambah.Â
Dan ada satu hal lain, kondisi ini berpotensi memunculkan ketidakpuasan bagi para Aparat Sipil Negara (ASN). Â Jabatan -jabatan yang seharus mereka dapatkan menjadi sangat sulit diraih.
Dengan pemangkasan dua eselon, artinya hanya posisi struktural sebagai Direktur Jenderal dan Direktur saja yang tersedia. Padahal jika kita berbicara perkara jabatan maka akan berkorelasi langsung dengan fasilitas dan tunjangan yang didapatkannya.
Para ASN akan kehilangan potensi jabatan itu, bisa saja kemudian mempengaruhi kinerjanya. Mengenai pemangkasan ini sebenarnya saya setuju sekali, namun dilakukan harus dilaksanakan dengan ajeg, bukan pencet disini muncul disana.
Harapan pemangkasan eselon untuk efektifitas kerja dan efesiensi menjadi  berpotensi sirna. Dengan penambahan begitu banyak jabatan ditingkat atas seperti ini.
Dan lucu sekali jika jabatan Wamen ini hanya sebagai alat bagi-bagi jatah buat balas jasa saja. Bukan demi kepentingan kinerja pemerintah.
Sumber.