Di penghujung usia tugasnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa bakti 2014-2019 getol menggolkan berbagai Rancangan Undang Undang (RUU) yang selama ini tersendat karena masih dianggap bermasalah yakni RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Sumber Daya Air (SDA), serta RUU Pemasyarakatan.
Yang sudah usai dibahas dan bisa segera diberlakukan selepas ditandatangani Presiden, ialah undang-undang yang penuh kontroversi UU KPK dan UU Pemasyarakatan (PAS) yang diloloskan ditengah hingar bingar polemik UU KPK.
Kedua UU itu terlihat berlainan dan tak saling berhubungan, namun bila dicermati ada benang merah tegas menghubungkan keduanya, benang merah itu perilaku korupsi dan pelakunya yang lazim disebut koruptor.
Mengenai revisi UU KPK tidak perlu dibahas lagi karena sudah begitu banyak dibahas dan dikupas tuntas pasal dan ayat yang dengan telanjang menunjukan upaya melemahkan fungsi KPK dalam pemberantasan korupsi dengan alasan korupsi bukan perkara penindakan semata, namun aspek pencegahan juga harus menjadi perhatian.
Ya bebas aja sih kalau berkilah, toh emang lidah kan tak bertulang. Tak salah juga sebenarnya, walaupun ibarat penyakit yang sudah menjangkit luas, baru kemudian dilakukan pencegahan, jadi agak aneh juga sih sebenarnya. Namun ya itulah duet maut eksekutif dan legislatif, yang dilahirkan dari oligarki politik, harus saling melindungi.
Jika revisi UU KPK dianggap akan memberi angin segar bagi para calon koruptor, revisi UU Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU PAS) dianggap memberi angin sepoi-sepoi yang mengasyikan bagi koruptor yang sudah di vonis dan menjalani masa hukuman.
Revisi UU PAS disepakati oleh parlemen dan pemerintah dalam rapat kerja antara Komisi III dan pemerintah yang di wakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019) lalu.
Salah satu poin revisi yang disepakati ialah tentang pemberian pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor yang merupakan bagian dari kejahatan luar biasa.
Menurut Wakil Komisi III Erma Suryani Ranik, RUU PAS yang segera akan diundangkan tersebut, meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan demikian aturan pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 tahun 1999.
"Kita berlakukan (kembali) PP 32 tahun 1999," ujar Erma, seperti yang dilansir Kompas.com.