Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Praktik Tak Sedap Peserta BPJS yang Membuat Defisit Makin Dalam

14 September 2019   10:40 Diperbarui: 16 September 2019   13:12 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah bagi para peserta mandiri menuai beragam kecaman yang ditujukan kepada Sri Mulyani Indrawati (SMI).

Berawal dari defisit yang terus menerus terjadi di BPJS akibat tidak seimbangnya antara pemasukan dan hasil pengelolaan investasi yang dilakukan BPJS dengan pengeluaran untuk membiayai pengobatan peserta.

SMI membeberkan kondisi keuangan BPJS sejak tahun 2014. Tahun tersebut BPJS mengalami defisit sebesar Rp. 1,9 triliun, kemudian ditahun berikutnya, tahun 2015 meningkat tajam menjadi Rp. 9,4 triliun.

Karena tahun 2016 iuran peserta mandiri dinaikan defisitnya pada tahun ini menciut menjadi Rp.6,5 triliun. Kenaikan iuran ternyata hanya menahan sementara laju defisit BPJS kesehatan,tahun 2017 defisit kembali menjadi sangat dalam Rp. 13,8 triliun.

Lonjakan sangat tinggi kembali terjadi di tahun 2018, lebih dari 150 persen defisit tahun 2017 menjadi Rp.19,4 triliun, defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan selama lima tahun menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menguras uang negara sebesar Rp. 25 triliun.

Tahun 2019 ini, jika iuran peserta tidak dinaikan menurut estimasi SMI akan menembus angka Rp.77 triliun rupiah, jumlah yang fantastis. Atas dasar itulah kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat diperlukan guna mengamankan posisi keuangan negara.


Besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan ialah iuran kelas I dan II sesuai dengan usulan SMI. Yakni, iuran kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.

Untuk iuran kelas III peserta mandiri pemerintah tak akan menaikan tetap Rp. 25.500. Namun bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) yang iurannya di subsidi pemerintah iurannya akan naik menjadi Rp.42.000 dari sebelumnya Rp.25.500, dan ini akan dibayarkan secara penuh oleh pemerintah.

Defisit keuangan yang terjadi di BPJS Kesehatan ini disebabkan oleh beberapa hal. Menurut Kemenkeu ada modus tertentu yang dilakukan oleh para peserta mandiri untuk mengkali BPJSKesehatan sehingga defisitnya semakin dalam, seperti yang dilansir oleh Kemenkeu.go.id.

Penyebab utama terjadinya defisit adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada peserta mandiri. Bisa dibilang peserta mandiri ini ambil kesempatan dalam kesempitan.

Banyak peserta mandiri yang hanya mendaftar dan membayar iuran BPJS Kesehatan pada saat mereka membutuhkan layanan kesehatan saja, namun setelah sembuh mereka berhenti membayar iuran. Selain itu banyak sekali peserta mandiri yang tidak disiplin dalam membayar iuran.

"Pada akhir tahun anggaran 2018, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 53,7 persen. Sejak 2016 sampai dengan 2018, besar tunggakan peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp15 triliun," tulis Kemenkeu.

Claim ratio peserta mandiri BPJS Kesehatan pada tahun 2018 mencapai 313 persen. Artinya perbandingan jumlah iuran dengan pemakaian manfaat 3 kali lipat. Jumlah uang iuran peserta mandiri pada tahun 2018 sebesar Rp.8,9 triliun, sementara manfaat yang digunakannya Rp. 27,9 triliun.

Dengan komposisi seperti itu, tak heran defisit keuangan BPJS Kesehatan terus terjadi. Rendahnya kesadaran peserta mandiri untuk secara disiplin membayar iuran menjadi penyebab utama kondisi keuangan BPJS kesehatan terus memburuk

Masyarakat peserta mandiri seharusnya sadar bahwa pelayanan kesehatan ini akan terus ada, jika ia membayar iuran tersebut. Jika memang merasa tak pernah sakit, dan tak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan anggaplah itu sebagai sumbangan atau amal kita bagi sesama yang membutuhkan.

Jika merasa tak berminat menyumbang, ingatlah jika suatu saat kita dalam kondisi sakit dan membutuhkan kehadiran BPJS Kesehatan kita akan sangat terbantu.

Jika tidak di cover asuransi atau BPJS Kesehatan, seberapa banyak pun uang yang kita miliki akan habis apabila membiayai pengobatan apalagi sakit yamg mengharuskan penanganan yang panjang.

Memang bukan masalah peserta mandiri yang berlaku tak sedap saja, sehingga defisit BPJS Kesehatan membengkak. Terdapat faktor-faktor lain seperti inefesiensi layanan, belum sempurnanya manajemen klaim, dan strategic purchasing yang harus masih diperbaiki.

Dalam hal ini tugas pemerintah, BPJS Kesehatan dan instansi-instansi terkait, untuk memperbaiki faktor-faktor tersebut. Jika memang pemerintah berniat menjaga keberlangsungan Jaminan Kesehatan Nasional ini.

Bagi Kemenkeu mungkin ada cara lain agar kenaikan iuran Peserta mandiri tak terjadi atau.minimal tak sampai 100 persen seperti yang direncanakan. Rencana kenaikan cukai rokok, sebagian hasilnya bisa saja dialokasikan bagi menambal defisit BPJS Kesehatan.

Sumber
Kemenkeu.go id
beritagar.id
kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun