Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

OTT yang Tak Pernah Padam, Tantangan bagi "The Next" Pimpinan KPK

12 Juli 2019   13:44 Diperbarui: 12 Juli 2019   13:54 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merahputih.com

Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali terjadi. Kabarnya kembali memenuhi laman berita di berbagai media baik cetak maupun elektronik. Kali ini giliran Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun yang diduga terlibat transaksi haram berkaitan dengan ijin rencana reklamasi di wilayahnya.

Bersamanya ditangkap pula Abu Bakar (ABK) , Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan (EDS). Dengan barang bukti  duit dalam mata uang sejumlah negara. Di antaranya yakni SGD 43.942, USD 5.303, EURO 5, RM 407, Riyal 500, dan uang Rp 132.610.000. Uang itu disita setelah tim menggeledah kediaman Nurdin. 

OTT yang dilakukan oleh komisi anti rasuah ini bukan yang pertama, kedua, atau ketiga. Sering sekali kita dengar dan saksikan beritanya terkait kasus-kasus korupsi yang tertangkap basah seperti ini. Sebelum OTT Nurdin, 10 hari yang lalu pun KPK melakukan hal yang sama, saat itu penegak hukum yang seharusnya menegakan hukum malah ikut membengkokan hukum. KPK saat itu menangkap Lima orang yang terdiri dari  Pengacara Sukiman Sugita, Pengacara Alvin Suherman, Pihak Swasta Ruskian Suherman, Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yadi Herdianto, dan Kasi Kamnegtibum TPUL Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yuniar Sinar Pamungkas. Mereka mentransaksikan jumlah tuntutan hukuman yang akan dijatuhkan kepada Sandy Perico seorang pengusaha yang kasus penipuannya sedang disidangkan.

Selain kedua OTT terbaru tersebut, sepanjang tahun 2019 saja antara bulan Januari sampai dengan awal Juli ini KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap tiga kepala daerah, selain Nurdin Basirun Gubernur Kepri ada Bupati Mesuji Khamami yang ditangkap 24 Januari 2019 lalu, kemudian Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip yang kena di OTT 30 April 2019 lalu ketiganya tertangkap karena sedang memperjual belikan proyek yang berada di wilayahnya masing-masing. Modus operandi ketiganya sama saja meminta fee proyek.

Secara keseluruhan sepanjang 2019 KPK telah menangkap pencoleng  yang berpotensi merugikan negara  melalui  OTT sebanyak 9 kali yang terdiri dari 3 Kepala Daerah, 1 Pimpinan Partai Politik, 1 Hakim, 2 Jaksa, 1 anggota DPR, dan 1 pejabat negara yang berstatus PNS dan pihak swasta. Tahun 2018 Operasi Tangkap Tangan KPK lebih banyak lagi dan merupakan rekor terbanyak sepanjang KPK berdiri yaitu sebanyak 30 kali OTT dengan rincian 1 Gubernur,  19 orang bupati dan walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, Jaksa, Hakim.

Melihat komposisi pihak yang terjaring OTT KPK yang begitu lengkap mulai di tiga pilar pemerintahan yaitu Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif pantaslah rasanya kita harus khawatir dan memang benar korupsi sudah dijadikan budaya oleh mereka para pencoleng berkedok jabatan. Anatomi korupsi di Indonesia sudah bisa dikategorikan sebagai terstruktur, sistematis dan masif. KPK sebagai lembaga superbody anti rasuah harus melakukan penindakan secara represif dan pencegahan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif pula.

Tadinya mungkin dengan public expose setiap OTT dilakukan, KPK berharap akan ada efek jera dan gambaran  betapa malu dirinya dan seluruh keluarga melihat koruptor yang terjaring OTT tersebut disorot diberbagai media dengan tangan terborgol dan memakai rompi oranye tanda sebagai tahanan KPK. Namun siapa nyana ternyata itu tidak berefek apapun, dan sepertinya biasa saja malah beberapa orang koruptor itu malah cengengesan seolah tidak terjadi apa - apa. Mereka malah sibuk untuk terus mempelajari modus operandi terbaru agar laku lancung korupnya tidak terendus oleh KPK. 

Dari gambaran di atas jelaslah sudah bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya tergantung kepada penegakan hukumnya saja. Strategi hukum represif yang selama ini dilakukan menjadi kurang kontributif bagi pemberantasan korupsi secara keseluruhan  jika tidak diimbangi dengan strategi pencegahan yang memadai disertai pelaksanaan yang konsisten.

OTT yang dilakukan terus KPK mungkin bagian dari sistem "terapi kejut" yang hanya akan berdampak sementara, tidak mencerminkan tujuan pemberantasan korupsi yang komprehensif dan berdampak jangka panjang. Iklim Birokrasi yang bermoral dan berintegritas  diharapkan menjadi sebuah tujuan pemberantasan korupsi tersebut.

Hal ini terbukti apabila kita berkaca kepada negara-negara maju yang memiliki Indeks Persepsi Korupsi tinggi, seperti Finlandia, Singapura, New Zealand mereka rata-rata telah melaksanakan pelayanan publik yang transparan, akuntabel dan dijalankan oleh para birokrat yang memiliki integritas tinggi, diperkuat dengan tingkat kesejahteraan aparat birokrasi yang memadai. 

Namun demikian  korupsi bukan hanya masalah moralitas semata, ada pintu masuk menuju kesana yaitu monopoli kekuasaan disertai dengan kekuasaan tanpa batas. Jalan menuju perilaku koruptif akan menjadi lebih terang manakala upaya-upaya terkait akuntabilitas dan transparansi serta pengawasan tidak diindahkan. Sehingga praktek pengawasan yang seharusnya dijalankan oleh berbagai institusi yang berfungsi mengawasi menjadi seperti impoten. Peran serta masyarakat luas diperlukan untuk memberantas virus korupsi ini. Lembaga-lembaga penegak hukum tidak mungkin mampu membasminya secara menyeluruh tanpa melibatkan pihak lain. Perlawanan terhadap perilaku koruptif para birokrat harus dilakukan semua pihak secara lebih nyata, dan didukung oleh berbagai pihak. Ada dua hal  yang perlu ditekankan dalam melawan korupsi yang sudah merajalela itu.

Pertama, membangun sistem pengawasan dan kontrol yang ketat terhadap kekuasaan, tanpa keduanya maka peluang korupsi mejadi terbuka lebar.Partisipasi aktif semua komponen masyarakat sangat dibutuhkan dalam melakukan pengawasan ini. KPK dengan salah satu kewenangannya sebagai lembaga pencegahan korupsi harus terus memberikan dorongan agar masyarakat berperan aktif dalam melakukan pengawasan pada setiap elemen lembaga pemerintahan baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. 

Kedua, mendorong akuntabilitas dan transparansi. Keterbukaan dan pertanggung jawaban dari setiap penggunaan anggaran, masih menjadi barang langka. Begitu banyak kelompok dan kalangan yang kesulitan dalam mengakses data dari Pemerintah, khusunya terkait anggaran. Padahal proses keterbukaan dan pertanggung jawaban, menjadi bagian penting dalam menekan korupsi. Semakin terbuka proses pertanggung jawaban, maka semakin tipis pula peluang korupsi bisa terjadi.

Memang benar bahwa keterbukaan tidak serta merta menjadi jaminan bahwa korupsi tidak akan terjadi. Namun upaya tersebut menjadi modal awal, bagaimana penggunaan anggaran dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka dihadapan publik. Masyarakat luas harus diberikan akses data, mengingat para pejabat pemerintahan telah menggunakan uang negara, yang notabene adalah uang yang berasal dari rakyat sendiri. 

Kedua hal tersebut diatas akan menjadi pekerjaan rumah bagi pimpinan KPK yang segera akan dipilih. KPK harus mulai konsentrasi memperbaiki hulu masalah dari perilaku korupsi ini, bukan hanya hilirnya. Identifikasi apa saja yang menjadi sumber masalah perilaku korupsi tersebut.

Sumber.

https://news.okezone.com/read/2010/10/12/58/381560/anatomi-korupsi-di-indonesia-dan-solusinya 

https://www.herdi.web.id/anatomi-korupsi/ 

Detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun