Jika diamati dari sudut pandang atas, konfigurasi bidak hitam dan putih yang tersebar di atas papan Go memang memiliki kemiripan visual yang cukup mencolok dengan struktur QR Code yang kita lihat saat ini.Â
Dari pengamatan inilah, ide brilian itu mulai terbentuk. Hara kemudian mengadopsi pola deteksi posisi yang unik, yang terdiri dari tiga kotak hitam kecil yang ditempatkan secara strategis di ketiga sudut bidang kode.Â
Konfigurasi ini membentuk sudut siku-siku yang konsisten, memungkinkan identifikasi orientasi kode dari berbagai sudut pandang pemindaian.
Lebih lanjut, tim pengembang di bawah arahan Hara secara cermat memilih rasio area hitam dan putih yang paling jarang ditemukan pada materi cetakan, yaitu 1:1:3:1:1.Â
Rasio ini secara spesifik merepresentasikan lebar area hitam dan putih dalam pola deteksi posisi. Dengan pemilihan rasio yang cerdas ini, orientasi kode dapat ditentukan secara akurat oleh mesin pembaca, terlepas dari sudut pandang kamera atau pemindai.Â
Inilah inovasi desain fundamental yang menjadikan proses pemindaian QR Code jauh lebih efisien dan cepat dibandingkan dengan teknologi barcode konvensional.
Setelah melalui serangkaian proses pengembangan yang intensif selama kurang lebih satu setengah tahun, yang diwarnai dengan berbagai eksperimen, uji coba yang tak terhitung jumlahnya, serta iterasi desain yang berulang-ulang, QR Code akhirnya secara resmi diperkenalkan kepada publik pada tahun 1994.Â
Kotak-kotak hitam dan putih yang menjadi elemen dasar penyusunnya memiliki kemampuan representasi data yang kaya, mampu menyimpan angka dari 0 hingga 9, huruf dari A hingga Z, bahkan karakter dalam sistem penulisan non-Latin seperti aksara Kanji Jepang.
Meskipun secara visual tampak sederhana, QR Code memiliki arsitektur internal yang kompleks dan terdiri dari tujuh elemen esensial yang bekerja bersama untuk fungsionalitasnya.Â
Mari kita telaah lebih mendalam komponen-komponen krusial ini, sebagaimana dijelaskan oleh qr-code-generator.com: