Dengan menjadikannya sumber terbuka (open-source), QR Code dapat diadopsi secara luas oleh berbagai industri tanpa adanya kewajiban pembayaran biaya lisensi.
Sebuah tonggak penting dalam evolusi QR Code terjadi pada tahun 2017, ketika Apple secara natif mengintegrasikan fitur pemindai QR Code ke dalam perangkat iPhone melalui sistem operasi iOS 11.Â
Sebelumnya, pengguna harus memakai device khusus untuk memindai QR Code, yang seringkali menjadi penghalang signifikan dalam adopsi teknologi ini.Â
Langkah inovatif dari Apple ini segera diikuti oleh Google, yang menambahkan fungsionalitas serupa pada perangkat berbasis Android.Â
Sejak momen krusial tersebut, QR Code mulai merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk transaksi digital yang semakin populer, akses cepat menuju situs web, hingga implementasi sebagai sistem pembayaran yang meluas di berbagai negara.
Lebih lanjut, pandemi Covid-19 pada tahun 2020 mempercepat adopsi QR Code secara eksponensial. Sebagai solusi tanpa sentuhan (contactless), QR Code menjadi krusial dalam meminimalisir risiko penularan.Â
Restoran beralih ke menu digital berbasis QR Code, sistem pembayaran seperti QRIS di Indonesia, UPI di India, dan Alipay di China mengalami lonjakan penggunaan, dan tiket transportasi elektronik berbasis QR Code menjadi norma baru.Â
Teknologi ini terbukti vital dalam adaptasi global terhadap kondisi pandemi, dan sejak itu, QR Code semakin mengukuhkan posisinya sebagai standar dalam berbagai aspek kehidupan modern.
Saat ini, QR Code terus berevolusi menuju standar global. Organisasi GS1, yang mengelola sistem barcode dunia, telah mengumumkan Project Sunrise 2027, sebuah inisiatif untuk menggantikan barcode 1D dengan QR Code sebagai standar industri pada tahun 2027.Â
Dengan kemampuannya menyimpan lebih banyak informasi, terhubung dengan internet, dan dipindai dari berbagai arah, QR Code bukan hanya solusi untuk masa kini, tetapi juga penentu arah masa depan dalam dunia digital.
Memahami Arsitektur QR Code
Secara konseptual, dalam proses perancangan QR Code, Masahiro Hara mendapatkan inspirasi dari permainan catur Jepang yang dikenakan dengan Go, sebuah warisan budaya intelektual dari Tiongkok yang juga dikenal dengan nama "weiqi" dan "baduk" di Korea.Â