Kisah Tupperware, merupakan paradoks ironi di panggung bisnis global.
Sementara korporasi induk Tupperware di Amerika Serikat bisa selamat dari jurang kebangkrutan melalui restrukturisasi utang dan penjualan aset, kenyataan tragis justru menimpa entitas cabangnya di Tanah Air.Â
Ungkapan "Jangan dihilangin lagi Tupperwarenya ya, gak ada gantinya lagi loh sekarang," menjadi elegi nyata, bukan hanya atas hilangnya produk, melainkan juga atas kegagalan adaptasi di pasar lokal.Â
Tupperware Indonesia, yang pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari jutaan rumah tangga, kini harus menyerah pada perubahan zaman yang gagal mereka antisipasi.Â
Di tengah gelombang perubahan yang tak terelakkan, hanya merek yang mampu menari mengikuti irama zaman, beradaptasi dengan kelincahan, dan terus berinovasi yang akan mampu bertahan dan memenangkan hati konsumen masa depan.Â
Senja mungkin telah tiba bagi Tupperware di Indonesia, namun kreasi dan inovasi baru bisa menjadi "fajar" bagi mereka yang berani mendobrak batas dan menulis ulang kisah sukses di tengah badai disrupsi.Â
Ketidakmampuan untuk bertransformasi selaras dengan keinginan konsumen dan lanskap ekonomi Indonesia akhirnya menghempaskan eksistensi sebuah ikon, hanya meninggalkan jejak kenangan manis yang kini harus disimpan rapat-rapat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI