Mungkin narasi misleading ini muncul dari salah satu pasal di Undang-undang BUMN teranyar yang membahas prinsip Business Judgement Rule, yang intinya kurang lebih menyebutkan seperti ini,
"Jika kerugian yang ditimbulkan oleh suatu keputusan bisnis tersebut memenuhi prinsip business judgment rule (BJR), maka direksi yang bersangkutan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana"
Sebenarnya aturan terkait prinsip BJR ini bukan barang baru, dalam Undang-Undang BUMN sebelumnya sudah ada, dalam Undang-Undang nomor 40 Tentang  tahun 2007 Perseroan Terbatas (PT) juga diterangkan apa itu BJR.
Mengutip Hukumonline.Com, Penerapan doktrin Business Judgement Rule diadopsi Pasal 97 ayat (5) UU nomor 40/2007 tentang PT, yang berbunyi :
Anggota Direksi tidak dapat dipersalahkan atas kerugian yang dialami Perseroan jika mereka dapat membuktikan bahwa:
a.Kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian mereka.
b.Mereka telah menjalankan tugas dengan itikad baik dan kehati-hatian demi kepentingan dan sesuai dengan maksud serta tujuan Perseroan.Â
c.Mereka tidak memiliki konflik kepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam tindakan pengelolaan yang menyebabkan kerugian.
d.Mereka telah berupaya untuk mencegah atau menghentikan kerugian tersebut.
Prinsip business judgement rule pada dasarnya memberikan perlindungan hukum bagi direksi yang beritikad baik agar mereka dapat menjalankan kegiatan usaha perusahaan dengan leluasa.Â
Perlindungan hukum semacam ini merupakan solusi yang sangat baik untuk menjawab kekhawatiran setiap direksi yang ingin berinovasi dan mengambil peluang di tengah ketidakpastian kondisi bisnis, namun khawatir dengan risiko tuntutan hukum.
Jika setiap direksi dapat dituntut tanggung jawab secara pribadi atas setiap kerugian bisnis yang timbul tanpa diberikan upaya pembelaan, bisa jadi tidak akan ada direksi yang berani mengambil keputusan bisnis.Â
Akibatnya, akan menghambat pertumbuhan perusahaan dan membuatnya jalan di tempat (stagnan). Dampak lebih luasnya adalah terhambatnya pergerakan ekonomi nasional.
Di Indonesia, sayangnya belum ada keseragaman pemahaman bagi para penegak hukum terkait penerapan doktrin business judgement rule.Â
Meskipun Pasal 97 ayat (5) UU PT telah memberikan syarat penerapan business judgement rule, namun tidak menjelaskan tolak ukur pemenuhan masing-masing ketentuan. Dalam hal ini, tentunya hukum akan ditentukan dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan.