TING! Masih ingat dengan "Blackberry"?
Perangkat komunikasi yang pernah begitu populer ini, terutama di kalangan generasi milenial akhir, generasi X hingga baby boomer, kini menjadi kenangan.Â
Pada masanya, awal tahun 2000-an hingga pertengahan 2010-an, BlackBerry bisa disebut founder dan raja di dunia ponsel pintar.
Desain keyboard QWERTY fisiknya yang khas dan fitur BlackBerry Messenger (BBM) yang revolusioner membuatnya begitu dicintai.
Saat itu, Blackberry yang di Indonesia sering disebut "BB" merupakan, gadget paling canggih, handal, dan aman yang popularitasnya di "pasar" nyaris tak ada lawan.
Bahkan Blackberry menjadi perangkat komunikasi "resmi" para pemimpin dunia, petinggi perusahaan dan jajaran selebritis.
Blackberry menjadi semacam simbol status dan kecanduan menggunakannya menjadi pemandangan umum di masa itu.
Dengan desain keyboard QWERTY fisiknya yang khas, Blackberry menawarkan pengalaman mengetik yang lebih efisien dibandingkan layar sentuh sepenuhnya.
Selain itu, kapabilitasnya dalam menerima dan mengirim email secara real time serta keberadaan layanan chat atau saat itu disebut instant message, yang dikenal dengan nama Blackberry Messenger (BBM) dianggap sebagai sesuatu yang sangat revolusioner.
Sejarah dan Perkembangan Blackberry
Mengutip investopedia,kisah sukses Blackberry berawal ketika Mike Lazaridis dan Doug Fregin mendirikan Research in Motion (RIM), perusahaan induk Blackberry yang berkantor pusat di Waterloo, Ontario Kanada dengan bisnis pengembangan teknologi wireless atau nirkabel pada tahun 1984.
Dalam perjalanannya, RIM terus mengembangkan teknologi nirkabel yang aplikatif seperti mesin kasir nirkabel, pager dua arah, hingga akhirnya membuat ponsel pintar pertamanya pada tahun 1999.
Di titik inilah nasib RIM berubah, keberadaan ponsel yang kemudian dikenal dengan nama Blackberry tersebut membawa mereka meroket naik sangat cepat.
Populasi Blackberry berkembang biak tak tertahankan, terutama digunakan perusahaan dan pemerintahan. Alhasil pendapatan RIM dari tahun 1999 hingga 2001 melonjak tajam.
RIM terus memperluas fungsionalitas pada Blackberry Enterprise dan Blackberry Operating sistem-nya(OS).
Dari tahun 2001 hingga 2007 mereka terus melakukan ekspansi secara global dan menambahkan produk baru untuk pasar corporate.
Setelah pijakannya cukup kuat, Blackberry mulai berekspansi ke pasar ritel melalui seri Pearl yang direspon positif, menyusul kemudian seri Curve dan Bold.
Pada puncaknya sekitar tahun 2011, pengguna Blackberry mencapai 85 juta pelanggan di seluruh dunia. Jangan dibandingkan dengan saat ini, penetrasi perangkat telepon seluler apalagi kelas smartphone belum masif seperti sekarang.
Nilai sahamnya pun mencapai titik tertinggi seharga US$147 per lembar saham.
Nah, ketika Blackberry sedang mencapai puncaknya, mulai lah Steve Jobs memperkenalkan Iphone dengan IOS sebagai operating sistemnya, menyusul kemudian Google menyiapkan Android sebagai OS perangkat seluler.
Perlahan tapi pasti, kedua pesaing baru Blackberry tersebut menggerogoti pangsa pasarnya.
Performa perusahaannya terus mengalami penurunan tajam, nilai sahamnya turun 80 persen, penjualan perangkatnya drop sangat tajam, ludes dihantam Iphone dan Android.
Pangsa pasarnya hanya tersisa 7,3 persen, kerugian besar mulai melanda, tak kurang dari 5.000 pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Upaya Mengatasi Kegagalan
Berbagai upaya dilakukan agar Blackberry kembali ke performa puncaknya. Di awal 2013 RIM sebagai perusahaan induk mengganti namanya menjadi Blackberry Limited dengan harapan akan lebih memudahkan penggunanya melalui BBM.
Kemudian mencoba mengubah bisnisnya dari fokus di perangkat seluler menjadi perusahaan solusi seluler, tapi gagal total.
Akhirnya pada tahun 2016, demi kelangsungan hidup perusahaan, Blackberry melakukan perjanjian kerjasama dengan TCL Communication untuk memproduksi perangkat Blackberry sampai dengan 31 Agustus 2020.
Upaya ini pun hasilnya tak terlalu menggembirakan, akhirnya TCL dan Blackberry bersepakat untuk menghentikan merancang, memproduksi dan menjual produk Blackberry baru, saat masa kerjasamanya berakhir.
Sejak saat itu tak ada lagi Blackberry baru beredar di pasaran, meski tetap masih bisa digunakan, sebelum akhirnya pada 4 Januari 2022 seluruh sistem operasi Blackberry seperti Blackberry 7.0 OS, Blackberry 10, Blackberry Playbook 2.1 dan versi sebelumnya, tak lagi bisa digunakan.
Dengan demikian berakhir lah keberadaan Blackberry sebagai bagian dari ekosistem perangkat seluler dan smartphone dunia.
Perusahaan pembuat smartphone pertama di dunia ini harus menyerah karena kelalaiannya dalam mengadaptasi perubahan dan menganggap sepi pesaingnya dalam hal ini Iphone, yang menyebabkan pangsa pasarnya jatuh dan tidak bisa dipulihkan lagi.Â
Apalagi kemudian banyak pesaing lain yang menggunakan sistem operasi Android memasuki pasar, yang ujungnya menyingkirkan Blackberry dari percaturan produsen smartphone dan telepon seluler dunia.
Kondisi ini dianggap oleh para pengamat manajemen dunia, sebagai sebuah ironi di mana Blackberry memiliki sejarah kesuksesan dan kegagalan yang cukup ekstrem. Naik sangat cepat, turun lebih cepat.
Masa Survival
Tapi apakah dengan berakhirnya kiprah Blackberry di pasar perangkat seluler dan smartphone dunia, Blackberry sebagai sebuah perusahaan juga berakhir?
Ternyata tidak, di bawah kepemimpinan CEO barunya, John Chen Blackberry Limited kini bertransformasi menjadi perusahaan Cybersecurity.
Transformasi perusahaan menggunakan pendekatan organik dan non-organik dengan cara mengakuisisi Cyclance perusahaan yang mengembangkan detektor ancaman siber berbasis artificial intelligence (AI)Â
Sementara secara organik, Blackberry yang pada dasarnya memiliki kekuatan di sisi keamanan digital, mengkreasi solusi keamanan siber Internet of Things (IoT) dan QNX, sistem operasi yang digunakan untuk otomotif.
Karena pilihan waktunya tepat, saat ini cybersecurity memang menjadi isu yang terus mengemuka seiring perkembangan dunia digital yang luar biasa pesat.
Transformasi Blackberry dari perusahaan produsen teknologi seluler menjadi perusahaan yang fokus pada keamanan siber, bisa disebut berhasil.
Menurut situs resminya, Blackberry.com, solusi keamanan siber mereka kini melindungi 500 juta end point di seluruh dunia.
Operating system QNX milik Blackberry kini digunakan oleh lebih dari 175 juta kendaraan dari berbagai merek secara global.
Alhasil, per April 2024 laporan keuangannya menunjukan perkembangan yang positif, pendapatan totalnya mencapai US$ 815 juta , diprediksi akan meningkat 25 persen di akhir tahun yang sama.
Apa yang Kita Bisa Pelajari dari Blackberry
Kasus Blackberry ini secara keseluruhan memberikan pelajaran tentang kesuksesan, kegagalan secara ekstrim dan bagaimana akhirnya bisa survive.
Bagi investor yang gemar berinvestasi di saham-saham industri teknologi yang pertumbuhannya sangat cepat, Blackberry bisa menjadi pelajaran penting.
Berinvestasi di sektor teknologi yang sangat dinamis, tak bisa hanya berpatokan pada pemeringkatan, prediksi analis,maupun rekomendasi industri.
Namun harus ditambahkan informasi valid A1 terkait aksi korporasi yang akan mereka lakukan ke depannya.
Dan harus diingat, perusahaan yang paling berharga bukanlah perusahaan yang memegang teguh rencana dan tujuan awalnya, tapi perusahaan yang mampu membaca dan berdansa dengan perubahan pasar lebih awal.
Karena, sekarang dunia usaha terutama di sektor teknologi bergerak sangat cepat, kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan menjadi mandatory.
Penutup
Kisah BlackBerry mengajarkan kita bahwa dalam dunia bisnis, inovasi dan adaptasi adalah segalanya. Perusahaan yang tidak mampu mengikuti ritme perubahan pasar akan tergilas oleh zaman.Â
Namun, di balik kegagalan BlackBerry, kita juga melihat semangat pantang menyerah. BlackBerry telah berhasil bertransformasi menjadi perusahaan keamanan siber yang sukses.
Ini membuktikan bahwa bahkan perusahaan yang pernah mengalami kejatuhan pun masih memiliki peluang untuk bangkit kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI