Adapun utang Pemerintah berupa pinjaman langsung pada periode yang sama mencapai Rp. 865,48 triliun, pinjaman berasal dari luar negeri sebesar Rp. 844,17 triliun, berasal dari pinjaman bilateral antar negara, multilateral dari organisasi-organisasi keuangan global seperti World Bank, International Monetary Fund (IMF) atau Asian Development Bank (ADB), dan bank komersial. Sedangkan pinjaman langsung dari dalam negeri sebesar Rp. 21,31 triliun.
Dengan angka-angka tersebut di atas, artinya komposisi utang pemerintah Indonesia saat ini di dominasi oleh utang domestik alias utang di dalam negeri yakni mencapai 72,09 persen.
Jangan lupa karena di dominasi oleh SBN maka pengaturan jatuh temponya pun diatur sedemikian rupa sehingga mencapai titik optimal yang tak memberatkan keuangan negara yang sedang dan akan berjalan.
Saat ini, profil jatuh tempo utang Pemerintah Indonesia di nilai oleh sejumlah ekonom masih dalam posisi aman, dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo atau average time maturity (ATM) berada di kisaran 8 tahun.
Lebih jauh lagi, Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, terus berupaya untuk menciptakan berbagai inovasi untuk efesiensi pengelolaan utang, dalam jangka panjang dengan berbagai pendekatan.
Dari seluruh fakta-fakta di atas, jelas bahwa utang pemerintah saat ini dikelola dengan penuh kehati-hatian berdasarkan undang-undang dan aturan-aturan terkait.
Dan memastikan bahwa ungkapan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyuno bahwa "Utang Pemerintah Indonesia saat ini jauh di atas keamanan fiskal negara" tak lebih dari gimmick politik tanpa ukuran dan dasar yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bolehlah, kita mengkritik pemerintah tapi ya harus berdasarkan fakta dan data yang valid  berdasarkan konsep-konsep yang telah menjadi standar semua pihak dan tak "nggedabrus" dan terkesan membohongi masyarakat.
Masih banyak kok lahan lain di bidang perekonomian yang bisa di kritik secara lebih propered dibandingkan bolak-balik mempermasalahkan utang pemerintah tanpa arah yang jelas.
Dan satu hal lagi, bertambahnya utang Pemerintah begitu banyak yang menurut AHY sebanyak Rp. 5.000 triliun dalam 8 tahun Pemerintahan Jokowi, lantaran eskalasi pembangunan infrastruktur dan terjadinya pandemi Covid-19 yang dampaknya membuat defisit APBN meningkat signifikan, yakni 6,34 persen pada tahun 2020 dan 5,7 persen pada tahun 2021, padahal defsisit APBN dari tahun 2015-2019 berada dikisaran 1,82 hingga 2,20.Â
Peningkatan defisit tersebut dikarenakan menurunnya pendapatan negara, sementara dalam saat bersamaan belanja negara melonjak tajam, akibat pandemi Covid-19.