"Tapi sekarang terserah, bola ini ada di tangan Presiden Jokowi," katanya.
Jika diibaratkan dalam sebuah permainan catur, Surya Paloh sedang bersiap mengorbankan beberapa perwiranya, namun dalam saat bersamaan pengorbanan itu bakal membuka langkah baru untuk memenangkan jagoannya andai Jokowi terjebak untuk bergerak menghantam perwira-perwira tersebut.
Mengapa demikian?
Sejauh ini langkah yang dilakukan Nasdem cukup elegan,meski "diserang" ia tetap bersikap noble yang diungkapkan dengan menggunakan diksi-diksi cantik seperti persahabatan dan kesetiaan.
Langkah yang membuat mereka akan dianggap sebagai "korban" andai kemudian dibalas Jokowi dengan menggerakan sesuatu yang menitikberatkan pada pendekatan kekuasaan, misalnya dengan me-reshuffle kader Nasdem di Kabinet dan mendepak Nasdem dari Koalisi
Andai langkah tersebut yang diambil Jokowi and Friends, Nasdem dan Anies akan memainkan isu playing victims alias drama di dzalimi.
Dan itu keuntungan tersendiri bagi mereka, karena "Drama Terdzalimi" ini masih menjadi strategi yang lumayan ampuh dalam politik Indonesia.
Strategi "politik terdzalmi"masih merupakan cara yang sangat efektif untuk mendapat dukungan dari masyarakat.
Pasalnya, sebagian besar masyarakat Indonesia senang memberikan sikap simpati yang besar terhadap orang-orang yang digambarkan atau dicitrakan teraniaya.
Dua Presiden terakhir Republik ini terlahir dari politik terdzalimi ini. Andai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak "didzalimi" dengan disebut Jenderal yang bertindak seperti anak kecil oleh almarhum Taufik Kiemas, mungkin simpati masyarakat kepadanya tak akan besar sehingga mampu membawanya menjadi Presiden RI Ke-6.
Begitu pun Jokowi, andai dalam Pilpres 2014 ia tak diserang begitu banyak fitnah, yang kemudian memancing simpati masyarakat, bisa jadi ia tak akan pernah duduk di singgasana RI-1.