Meskipun tempat "mejeng" utamanya tetap di Lintas Melawai, yang panjangnya mulai dari perempatan Jalan Iskandarsyah hingga sekitar perempatan Jalan Panglima Polim.
Sedangkan Kawasan Dukuh Atas hanya dirancang untuk aktivitas transportasi yang terintegrasi  dengan area publik terbuka yang tak terlalu luas, sarananya pun sangat terbatas dengan fasilitas ekonomi yang juga tak disiapkan.
Awalnya lokasi tempat aktivitas CFW berlangsung hanya jalan lintasan alternatif untuk memotong jalan dari arah Jalan Tanjung dan sekitarnya melalui kolong jembatan Dukuh Atas menuju kawasan jalan Kendal menuju ke arah Kuningan atau Jalan HR. Rasuna Said.
Dan bisa juga menjadi jalan untuk berputar balik menuju jalan Sudirman ke arah Blok M. Kawasan Dukuh Atas bisa "hidup" lantaran adanya stasiun KRL Sudirman yang memang ramai penggunanya hingga ratusan ribu orang perhari.
Kawasan Dukuh Atas baru benar-benar "nyaman" untuk di lewati dan digunakan para pengguna angkutan umum serta pejalan kaki saat pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT) selesai.
Kolong jembatan Dukuh Atas tak lagi digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor, khusus diperuntukan bagi pejalan kaki, ruang terbuka hijau dibuat dengan menarik dan nyaman dengan rimbunnya pepohonan serta fasilitas yang cukup baik
Bahkan di ujung terowongan disediakan perpustakaan mini, dan semua itu bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh masyarakat, siapapun itu.
Hal ini sejalan dengan kerjasama antara PT. KAI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadikan kawasan Stasiun KRL Sudirnan, Stasiun KRL BNI City untuk Kereta Bandara,  Stasiun MRT  Dukuh Atas dan tak lama lagi Stasiun LRT dan Halte Trans Jakarta  yang kini memasuki tahap penyelesaian akhir yang berlokasi di sebelah Gedung Landmark Center sebagai kawasan transportasi yang terintegrasi berorientasi transit atau Transit Orientation Development (TOD)
Jadi sebenarnya, kawasan Dukuh Atas ini pengembangannya masih belum selesai. Dalam rancangannya seperti yang saya kutip dari tulisan Dosen Universitas Kristen Indonesia, Ulinata dalam Jurnal Scale yang bertajuk "Perencanaan Desain Transport Hub Pada Kawasan Berorientasi Transit. Studi Kasus: TOD Dukuh Atas Jakarta Pusat"
Kawasan TOD Dukuh Atas nantinya akan meliputi lahan seluas 3.129 m2 seperti yang tertuang dalam masterplan-nya yang kemudian disusul dengan terbitnya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 140 tahun 2017 yang menugaskan PT. MRT sebagai pengelola Kawasan TOD Dukuh Atas.
Dalam pengembangan Kawasan TOD Dukuh Atas, akan ada sembilan pemilik lahan di kawasan tersebut diantaranya 5 perusahaan BUMN, PT. Bank BNI, PT KAI, PT KCI, PT Adhi Karya dan PT. Taspen.