Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS Kesehatan Tanpa Kelas Ternyata Cuma Isapan Jempol dan Menyoal Aturan Iurannya

13 Juni 2022   14:15 Diperbarui: 13 Juni 2022   20:07 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS terus berusaha disempurnakan oleh Pemerintah Indonesia agar mencapai titik ideal yakni, manfaatnya bisa secara maksimal dirasakan tanpa harus memberatkan keuangan masyarakat penggunanya dan juga tak membuat Institusi BPJS kesehatan sebagai pengelolanya ambyar karena harus menanggung kerugian yang dalam.

Sehingga pada akhirnya salah satu program jaminan kesehatan paling ambisius sekolong langit ini bisa berkelanjutan dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Salah satu upaya untuk mencapai titik ideal tersebut, Pemerintah dan BPJS Kesehatan mulai bulan depan, Juli 2022 akan mencoba menerapkan penghapusan sistem kelas 1,2, dan 3, diganti dengan sistem kelas tunggal atau kelas rawat inap standar (KRIS).

Selain itu, seperti dilansir Kompas.Com, sistem standar tanpa kelas merupakan manifestasi dari prinsip asuransi sosial dan prinsip akturia di program JKN.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 23 ayar (4) Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit maka diberikan berdasarkan kelas standar.

Atas dasar itu lah, sebenarnya rencana penghapusan sistem kelas untuk peserta JKN BPJS Kesehatan sudah dicetuskan sejak beberapa tahun lalu. 

Namun, lantaran alasan teknis pelaksanaan, terutama dalam hal perumusan konsepnya, apakah kelas standar tersebut mengacu hanya pada 12 kriteria fisik kamar perawatan rumah sakit saja. Atau harus ditambah dengan jaminan akses terhadap pelayanan dokter dan kepastian untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan.

Yang jelas untuk kriteria fisik seperti dilansir sejumlah media daring,terdapat 12 kriteria yang harus dipenuhi agar sesuai "standar."

Uji coba pelaksanaan kelas standar BPJS rencananya akan dilaksanakan pada Juli 2022 bulan depan, di beberapa Rumah Sakit Vertikal milik Kementerian Kesehatan (kemenkes).

Hal tersebut merupakan bagian awal dari pentahapan implementasi kelas standar BPJS sesuai roadmap yang telah ditetapkan.

Nantinya, diharapkan sebelum tahun 2022 usai. Seluruh rumah sakit milik Kemenkes sudah menerapkan kelas standar.

Kemudian pada tahun 2023, ditargetkan seluruh rumah sakit milik pemerintah daerah dan swasta sudah menerapkan kelas standar tersebut.

Selanjutnya, pada tahun 2024 seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada sudah harus memenuhi kelas standar BPJS.

Meskipun demikian, setelah saya melakukan riset sederhana melalui  mesin pencarian Google. Dari beberapa sumber bacaan saya mendapatkan informasi bahwa sebenarnya meskipun perbedaan kelas yang di atas kertas dihapuskan, secara praksis di lapangan, bakal tetap ada perbedaan kelas rawat inap dari sisi fasilitas yang diterima peserta.

Dan yang menjadi pembedanya adalah sumber pembayaran iuran. Fasilitas Medis bagi peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) seperti peserta JKN-KIS akan berbeda dengan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan Non-PBI atau peserta mandiri.

Lebih jauh lagi, hal tersebut memang sudah direncanakan oleh Pemerintah, bahwa kelas standar yang digadang-gadang oleh para pejabat BPJS sebagai kelas tunggal ternyata sebenarnya tidak tunggal.

Kelas Standar sesuai rencana Pemerintah akan dibagi menjadi dua kelas, Kelas Standar A bagi peserta PBI-JKN yang nota bene-nya masyarakat tak mampu, sedangkan Kelas Standar B bagi peserta Non-PBI JKN alias peserta mandiri.

Fakta bahwa masih adanya perbedaan kelas, yang katanya dihapuskan tersebut terungkap dalam 12 kriteria fisik sebuah rumah sakit sesuai dengan Kelas Standar BPJS seperti yang disebutkan di depan Parlemen oleh anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Iene Muliati, seperti yang saya kutip dari CNBCIndonesia.com

Satu dari 12 kriteria fisik tersebut adalah " Jumlah maksimal tempat tidur peruangan adalah 6 tempat tidur untuk kelas standar peserta PBI JKN, dan 4 tidur bagi kelas standar peserta Non- PBI JKN."

Saya tak mendapatkan informasi lain, apakah kemudian perbedaan kelas standar antara peserta peneriman bantuan dari pemerintah dan peserta mandiri ini berimplikasi terhadap perbedaan pelayanan dan treatment kesehatan lainnya?

Apabila memang demikian faktanya, artinya bukan peleburan atau penghapusan kelas menjadi tunggal dong diksinya, seperti yang saat ini sering digunakan oleh para Pejabat Pemerintah dan BPJS Kesehatan.

Namun perubahan aturan kelas berdasarkan klasifikasi peserta yang dibayarin pemerintah, PBI JKN dan peserta mandiri Non-PBI JKN.

Jadi pada dasarnya perubahan kelas pada BPJS ini, ditujukan hanya untuk peserta BPJS mandiri Non-PBI JKN, bukan untuk penerima bantuan pemerintah, walaupun dalam penerapannya mereka bakal terdampak, karena akan lebih terdiskriminasi.

Dalam skema saat ini, para peserta dari unsur PBI JKN mendapatkan kelas dan pelayanan yang sama dengan peserta Non PBI JKN kelas 3.

Sementara dalam skema baru, peserta PBI-JKN sama sekali berbeda dengan peserta Non-PBI JKN. 

Padahal, seperti diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Ali, formulasi  skema iuran yang baru mengacu pada prinsip asuransi sosial yakni saling tolong menolong atau subsidi silang, yang memiliki pendapatan lebih banyak akan membayar lebih banyak.

Jika  memang demikian, kenapa pula harus ada perbedaan Kelas Standar A bagi si Miskin atau Kelas Standar B untuk si Mampu. Toh iurannya berprinsip subsidi silang.

Melansir Kontan.Co.Id, yang mengutip pernyataan (Pjs)Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman, nantinya iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS akan mengacu pada Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Perpres nomor 82 tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, yang kini telah masuk pada proses finalisasi sebelum resmi diundangkan.

Bagi pekerja formal, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN), Polri, TNI, atau pekerja formal lainnya dari sektor swasta akan membayar besaran iuran sesuai pendapatannya yang dihitung berdasarkan persentase.

Dalam aturan tersebut setiap pekerja formal harus membayar 5 persen dari besaran upah atau gaji yang ia dapatkan. 4 persen ditanggung institusi tempat mereka bekerja dan sisanya sebanyak 1 persen di tanggung oleh pekerja.

Sementara bagi mereka yang tak memilik penghasilan tetap atau bekerja secara freelance, pedagang dan mereka yang bekerja di sektor informal yang dalam bahasa BPJS disebut Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP), masih akan menggunakan skema pembayaran lama, Kelas 1 Rp.150.000 per orang per bulan, Kelas 2 Rp. 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 Rp. 35.000 per orang per bulan.

Mereka ini bebas memilih diantara ketiga kelas tersebut. Anehnya di sisi lain mereka tak akan mendapatkan pelayanan sesuai kelasnya, karena kelas 1,2, dan 3 sudah tak relevan lagi karena sudah dihapus dan perbedaan kelasnya hanya antara Kelas Standar PBI dan Non- PBI.

Jadi secara logika mereka yang merupakan peserta PBPU dan BP ini tentu saja bakal memilih untuk menjadi peserta BPJS kelas 3 yang bayarannya paling murah, toh manfaat yang akan mereka dapatkan sama saja dengan membayar untuk kelas 2 dan 3.

Jujur saja, dalam pandangan saya ini logika yang aneh. Lebih jauh lagi saya menganggap aturan "Penghapusan Kelas" BPJS Kesehatan terlihat masih belum matang benar.

Alangkah lebih baiknya, uji coba aturan baru tersebut ditunda dulu, matangkan dan sosialisasikan saja dulu sebelum dilaksanakan. Jangan sampai niat baik BPJS Kesehatan menjadi sumber kegaduhan baru yang tidak perlu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun