Eksklusivitas tersebut mungkin bisa  terjadi karena faktor adat budaya yang diturunkan secara turun menurun dari nenek moyang mereka di tanah leluhurnya dan ada sedikit faktor ketidakpercayaan.
Padahal sebagian besar dari mereka terutama generasi yang lebih muda, tak lagi memiliki ikatan emosional dengan tanah leluhurnya karena mereka lahir dan besar di Tanah Air kita tercinta ini.
Di Indonesia ada dua kelompok etnis besar yang secara akar keturunan tak bermula di wilayah Nusantara, yakni China dan Arab.
Kedua kelompok ini kalau mau jujur diakui adalah kelompok etnis yang eksklusif, sebagian besar dari mereka terlihat kurang memiliki keinginan untuk bergaul dengan etnis lain.
Apalagi jika ditarik lebih jauh menjadi masalah pembauran.Â
Silahkan amati secara seksama, sangat jarang dikalangan kedua etnis tersebut terjadi pernikahan dengan pihak di luar etnis mereka.
Atau paling tidak secara kuantitas, volume pernikahan antar etnis yang "asli' Indonesia dibandingkan kedua etnis tersebut dengan etnis lain jauh sekali jumlahnya.
Padahal katanya, mereka lahir, dibesarkan, meninggal dan dikuburkan di tanah Negeri ini. Tetapi kok yah masih mempertahankan ekslusivitasnya.
Mungkin faktor ini juga lah yang kemudian menjadi salah satu  pendorong munculnya kembali istilah pribumi dan non-pribumi, selain masalah politik.
Puluhan bahkan ratusan tahun berada dalam budaya "Indonesia" seolah tak mampu menguatkan upaya pembauran agar seluruh etnis di Nusantara bisa lebih inklusif.
Mungkin ada baiknya untuk mengeleminasi isu pribumi dan non pribumi ini semua pihak bergerak untuk menyamakan persepsi bahwa eklusivisme itu tak ada lagi.