Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Belajar pada Norwegia, dalam Sistem Pemidanaan dan Mengelola Penjara

10 September 2021   17:29 Diperbarui: 10 September 2021   18:39 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa kebakaran di Lapas Kelas I Tanggerang yang menurut data terkini menewaskan 43 orang warga binaan kasus narkoba dan 1 orang kasus teroris, seharus menjadi wake up call bagi para pengambil keputusan di bidang Hukum di Indonesia.

Bahwa kondisi penjara di Indonesia itu tidak sedang baik-baik saja. Pengelolaannya acak kadut, infrastrukturnya sangat buruk. 

Jangankan berharap yang terbaik, hanya untuk mengikuti standar minimal sesuai konvensi 1957 PBB, dalam situasi sekarang adalah suatu hil yang mustahal.

Standar minimal yang dimaksud dalam konvensi itu adalah setiap narapidana atau di Indonesia agar terlihat lebih manusiawi disebut warga binaan, harus ditempatkan dalam sebuah sel yang memiliki pencahayaan dan sirkulasi udaranya layak.

Air bersih harus disediakan secara cukup, pun demikian dengan air minum dan makanan yang harus dipastikan bergizi.

Jangan lupa pelayanan kesehatan pun harus disediakan pengelola penjara,di Indonesia pelaksana dan pengawas penjara berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjenpas Kemenkumhan).

Terakhir warga binaan harus memperoleh pembinaan agar selepas diri mereka dari penjara potensi untuk kembali mengulangi kesalahan (kejahatan) menjadi sangat minimal.

Oh iya, ada yang keluapaan, satu sel penjara hanya boleh diisi oleh satu orang narapidana, dengan ukuran yang telah ditetapkan sesuai standar tersebut.

Apabila kita mendengar kisah-kisah mereka yang pernah menjadi penghuni hotel prodeo dari kalangan masyarakat kebanyakan, semua hal yang ada dalam standar minimal Konvensi 1957 PBB itu mungkin hanya menjadi utopia bagi para narapidana kebanyakan.

Kenapa saya berkali-kali menuliskan "masyarakat kebanyakan", lantaran bagi mereka dari kalangan berada yang memiliki uang banyak dalam kasus-kasus korupsi misalnya, standar minimal itu bisa terpenuhi meskipun untuk memperoleh "standar minimal" itu mereka harus merogoh kocek cukup dalam.

Apalagi kemudian penjara di Indonesia itu mengalami over kapasitas akut, pelayanan dan fasilitas penjara tambah buruk lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun