Kata Dendritik sendiri lebih dikenal dalam penelitian tentang pengobatan Kanker. Penelitian tentang sel dendritik juga bukan hal yang baru. Ralph M. Steinman dari Rockefeller University bahkan sudah menulis tentang sel dendritik sejak tahun 1970-an.
Sel dendritik sendiri adalah sel yang mampu menahan antigen pada periode yang panjang dan memperkenalkannya pada duet sel B sampai sel T untuk mengubah kemampuan keduanya saat bertugas menjaga sistem imun kita.
Nah, dalam upaya mendapat kekebalan tubuh terhadap Covid-19, sel denditrik ini nantinya ditugaskan untuk memberi informasi kepada Sel B dan Sel T segala karakteristik yang dimiliki oleh Covid-19.
Setelah informasi itu didapatkan, maka ia rekam segala tingkah dan karakteristik virus corona seri terbaru ini di simpan dalam memori  Sel B tadi.
Karena sel B sudah memiliki info terkait segala rupa tingkah virus tersebut, maka kedua sel tersebut sudah siap menghadapi kedatangan Covid-19 jika mereka mulai menginfeksi tubuh.
Dari mana sel dendritik bisa tahu tingkah dan karakteristik si virus laknat itu, karena sel ini diambil dari si empunya tubuh.Â
Setelah sel dendritik itu diambil kemudian diluar tubuh, sel itu dipaparkan dengan protein S dari Covid-19, selanjutnya setelah tercampur yang memakan waktu 3 hingga 4 hari, disuntikan kembali ke dalam tubuh.
Proses pemaparannya ini cukup rumit karena harus dilakukan di laboratorium khusus yang dinamakan Good Laboratory Practice (GLP) selain juga tentu saja Good Manufacturing Practice (GMP).
Makanya setiap individu untuk satu dosis disuntik 2 kali, yang pertama mengambil sel dendritik dan kedua memasukan sel dendritik yang sudah dpapari protein S milik Covid-19 ke dalam tubuh.
Karena harus dilakukan 2 dosis maka vaksinasi yang disebut metode personalized ini si penerima vaksin harus disuntik 4 kali.
Hal ini lah yang membuat sebagian pihak menyebut vaksinasi dengan metode ini agak sulit dilakukan untuk vaksinasi masal, seperti vaksinasi Covid-19 yang kita saksikan selama ini.