Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Awal Muasal Istilah Shalat Tarawih Bermula

16 April 2021   07:02 Diperbarui: 16 April 2021   07:14 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu adalah rangkaian saat, momen kejadian, atau batas awal dan sebuah akhir. Hidup tak mungkin ada tanpa adanya dimensi waktu.

Guliran waktu kembali membawa kita pada Ramadan ke 1442 Hijriah, meskipun saat ini dalam suasana yang sungguh sangat berbeda dari waktu-waktu yang lalu.

Dua tahun terakhir ini kita ber-Ramadan dalam suasana pagebluk, ya kita tengah dalam masa pandemi Covid-19.

Musuh tak kasat mata ini telah mengambil kendali kehidupan manusia  tanpa terkecuali. Tak ada satu aspek kehidupan yang tidak terdampak termasuk keberagamaan.

Dalam menjalankan ibadah puasa di bulan yang suci nan berkah 2 tahun terakhir ini, kita melaksanakannya benar-benar dalam suasana berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Karena pandemi, sejumlah ibadah dan tradisi yang mengiringi beribadah Shaum di bulan Ramadan yang tadinya dianggap normal atau dianjurkan kini malah dilarang. 

Kita tahu beribadah puasa di bulan Ramadan tak hanya berdimensi vertikal atau transenden, tetapi juga dihiasi ornamen horizontal yang berdimensi sosial, tak hanya spiritual namun sosial.

Mungkin secara spiritual, pagebluk tak mengubah substansi beribadah di bulan yang penuh ampunan ini, bahkan hingga titik tertentu membuat elan spiritual dan kedekatan kita terhadap Tuhan bertambah tajam.

Namun aspek ibadah yang sifatnya mengandung unsur sosial, pagebluk sukses mengubah begitu banyak cara kita "beribadah sosial "di bulan Ramadan.

Salah satu yang berubah adalah ketika kita melaksanakan shalat tarawih, normalnya kita semua dianjurkan untuk melaksanakan Shalat  Tarawih di Masjid secara berjamaah, kini kita malah dianjurkan melakukannya di rumah saja dengan alasan memutus mata rantai penyebaran virus corona seri terbaru ini.

Bahkan tahun 2020 lalu, saat pertama kali pandemi melanda dunia kita semua dilarang melakukan Shalat Tarawih secara berjamaah di Masjid.

Shalat Tarawih sendiri merupakan salah satu rangkaian ibadah yang "khusus" dilakukan saat Ramadan tiba.

Biasanya tarawih dilakukan selepas melaksanakan Shalat Isya, tapi tahu kah istilah Shalat Tarawih itu belum ada pada masa Nabi Muhammad SAW.

Meskipun praktiknya tetap ada, dahulu pada jaman Nabi  menyebutnya sebagai  shalat malam atau Qiyamul Lail.

Mendirikan malam Ramadan dengan memperbanyak Shalat sangat dianjurkan karena dalam hadis disebutkan;

"Barangsiapa bangun (shalat malam) di bulan Ramadan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Prof Quraish Shihab seperti yang saya saksikan lewat Channel Youtube Narasi milik Najwa Shihab bertajuk Shihab dan Shihab. Rasulullah mengerjakan shalat malam beberapa kali di Masjid, dan sisanya di rumah. 

Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan shalat malam, atau yang sekarang disebut Shalat Tarawih, sangat fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kondisi kita masing-masing.

Termasuk kondisi di masa pagebluk seperti saat ini, melakukan  Shalat Tarawih di Masjid atau di rumah sepanjang substansi dan praktik shalatnya serupa tak menjadi masalah.

Shalat Tarawih berjamaah di masjid dengan satu imam dilakukan pertama kali pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab pada tahun 634 hingga 644 Hijriah.

Menurut Umar saat itu, alangkah baik dan bagusnya bila Shalat Tarawih dilakukan dalam satu masjid dengan satu imam. 

Untuk mewujudkan ide ini, Umar menunjuk Ubay bin Ka'ab sebagai imam. Dalam hadis riwayat Al-Baihaqi dijelaskan jumlah rakaat shalatnya waktu itu dua puluh rakaat.

Setelah Syayidina Umar dan dilanjutkan oleh sahabat-sahabat, shalat malam yang sekarang kita kenal dengan Tarawih itu diikuti oleh ulama -ulama setelahnya, hingga saat ini.

Tarawih sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti waktu sejenak untuk istirahat. 

Asal muasalnya, lantaran saat itu Shalat yang mereka lakukan sangat lama, sehingga mereka butuh istirahat setelah selesai salam pada masing-masing shalat.

Karena mereka seringkali istirahat pada masing-masing shalat, akhirnya shalat ini dinamai dengan Shalat Tarawih.

Dari sejarah dan makna Tarawih ini, kita bisa memahami bahwa Nabi Muhammad, Sahabat, dan ulama terdahulu, melakukan shalat malam dalam waktu yang lama.

Ini menunjukkan keseriusan mereka dalam mendirikan malam Ramadan. Saking lama dan melelahkan, mereka istirahat setelah dua atau empat rakaat.

Dari sini bisa dipahami, Shalat Tarawih yang baik adalah shalat yang lama. Aisyah R.A pernah mengatakan, "Jangan kalian tanya berapa lama shalat Nabi".

Jadi kita tidak perlu mempermasalahkan apakah shalat tarawih yang benar itu 8 atau 20 rakaat. Masing-masing bagus, selama mempertahankan substansi dari shalat malam itu sendiri.

Jadi sekali lagi Shalat Tarawih itu bisa dilakukan dimana saja, di  Masjid secara berjamaah maupun di rumah dengan rangkaian  8 atau 20  rakaat, masing-masing benar dilakukan, yang kurang benar apabila kita tak melakukannya.

Jika kita memang berniat dan diberi kesempatan untuk melaksanakan Shalat Tarawih di Masjid pada masa pandemi ini, patuhi protokol kesehatan. 

Ingat! jaga jarak, bawa peralatan shalat pribadi, selalu menggunakan masker, dan segerakan pulang setelah ritual Shalat Tarawih selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun