Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pornografi Dalam Bingkai Sejarah, hingga Menjadi Industri dengan Nilai 1.116 Triliun

11 April 2021   10:17 Diperbarui: 11 April 2021   16:51 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pornografi memiliki sejarah panjang seiring dengan perjalanan kebudayaan umat manusia. Pornografi di awal keberadaanya merupakan bagian dari seni klasik yang menggambarkan berbagi ilustrasi erotis.

Meskipun penggambarannya saat itu tak untuk menstimulasi syahwat seperti yang kita kenal saat ini. Keberadaan gambar erotis pada masa itu digunakan untuk hal-hal bersifat politis, dalam rangka melakukan kritik terhadap penguasa dan otoritas keagamaan.

Menurut The Fulcrum seperti dilansir Kompas.Com, orang pertama yang terjerat masalah hukum lantaran ekspose "pornografi" adalah Marcantanio Raimondi pelukis asal Italia yang menampilkan gambar yang bersifat seksual.

Ia memahat ukiran erotis dengan judul I Modi yang dalam bahasa Inggris disebut The Position. Kemudian ia dibebaskan atas usaha seorang penulis Italia bernama Pietro Aretimo, yang kemudian dianggap sebagai bapak pornografi modern.

Secara etimologi Pornografi dari kata Porne' perpaduan dari prostitute dan graphien. 

Dalam buku terbitan Encarta Referency Library, definisi pornografi adalah segala sesuatu yang secara material baik berupa film, surat kabar, tulisan, foto, atau lain-lainnya, menyebabkan timbulnya atau munculnya hasrat-hasrat seksual.

Definisi lain yang agak berbeda diungkapkan oleh para pemikir feminis yang menyebutkan bahwa pornografi merupakan ekspresi yang bersifat seksual dari kaum perempuan.

Sementara ekspresi yang bersifat seksual yang mengambarkan atau memamerkan postur tubuh
baik pada laki-laki maupun perempuan, mereka sebut sebagai erotika.

Kata Erotika sendiri berasal dari bahasa Yunani  erotikka yang memiliki arti seni atau litelatur yang cenderung membangkitkan hasrat seksual dengan cara yang eksplisit.

Terlepas dari definisi di atas dan adanya perbedaan antara pornografi dan erotika, kedua istilah ini biasanya dipakai untuk menunjuk kepada karya seni atau literatur yang mengeksploitasi tema-tema seksual.

Antara pornografi dan erotika dapat digambarkan
sebagai dua sisi dari sekeping mata uang, yang masing-masing diantaranya tidak dapat dipisahkan dari unsur seksual.

Jika ditarik lebih jauh di awal peradaban manusia di jaman Yunani kuno, ekspresi yang bersifat pornografi ditemukan pada masa itu lewat syair-syair lagu "cabul" yang dinyanyikan pada saat perayaan yang dipersembahkan untuk menghormati Dewa Dionyius.

Bukti-bukit kuat lainnya dapat ditemukan dalam
Kebudayaan Romawi di Pompeii, di sana terdapat lukisan-lukisan erotik yang berasal dari abad pertama masehi.

Selain yang diungkapkan The Fulcrum, yang menggambarkan pornografi dalam bentuk karya seni berbentuk gambar dan pahatan.

Format pornografie pada abad pertengahan di Eropa didominasi oleh teks dalam bentuk sajak, lelucon, dan syair-syair yang bersifat satiris.

Salah satu karya pornografi teks yang paling terkenal di jaman itu adalah tulisan Giovanni Boccacio yang berjudul Decameron yang berisi 100 cerita bernada cabul.

Pornografi tunbuh subur sejak alat cetak yang pertama kali ditemukan oleh Johannes Guthenberg, berkembang lebih modern. 

Pada abad ke-18 karya-karya tulis erotis yang benar-benar bertujuan untuk membangkitkan syahwat berkembang sangat pesat, tulisan di dalamnya sama sekali mengabaikan norma-norma yang ada saat itu.

Di masa Victoria, di awal hingga pertengan tahun 1800-an. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1834 menemukan bahwa 57 persen karya tulis yang dijual di Holywell Street London merupakan litelatur yang bersifat pornografik.

Karya pornografik yang terkenal dari masa Victoria adalah yang berjudul My  Secret Life (1890), dengan penulis anonim. 

Isi buku itu secara detail menceritakan tentang pencarian seorang laki-laki Inggris akan  kepuasan seksualnya (sexual gratification).

Menurut buku  'Pornography' yang ditulis oleh Donald A. Downs, terdapat sejumlah litelatur erotik masyhur di berbagai negara di dunia.

Diantaranya Kama-sutra, literatur Sanskrit dari abad ke-5. Juga ada syair lirik Persia yang disebut Ghazal, kemudian novel Cina dari abad ke-16 yang berjudul Chin p'ing. Karya William Shakespear yang berjudul Venus and Adonis.

Dalam perkembangannya, pornografi seperti menemukan penyempurnaannya  dan pengembangbiakannya saat teknologi fotografi dan perfilman mulai ditemukan dan terus menerus berevolusi semakin canggih.

Tulisan-tulisan kemudian diaktualisasikan dan sepertinya digantikan oleh keberadaan gambaran-gambaran visual yang eksplisit dalam bentuk perilaku erotis yang terlepas dari norma-norma sosial.

Lebih jauh lagi, bahkan pornografi sudah menjadi industri yang menjanjikan gelimpangan materi. Di Amerika, industri pornografi mulai menggeliat sejak tahun 1950-an yang ditandai dengan terbitnya majalah Playboy.

Sementara itu, film-film yang  bersifat pornografik mulai dibuat untuk pertama kali kira-kira pada tahun akhi tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, majalah-majalah pornografi dan rumah-rumah produksi mengalami penurunan disebabkan diperkenalkannya
teknologi baru, terutama dengan berkembangnya video cassette recorder (VCRs) dan televisi kabel.

Sejak tahun 1990-an, dengan berkembangnya jaringan internet, ketersediaan pornografi semakin meningkat, baik di Amerika maupun negara-negara lainnya.

Memasuki tahun 2010-an seiring berkembangnya smartphone, industri pornografi nyaris beralih secara keseluruhan menjadi digital.

Saat ini Industri pornografi sudah sangat menggurita tak ada matinya, tahan terhadap berbagai resesi ekonomi yang terjadi di dunia.

Jutaan situs pornografi berkembang biak bak cendawan dimusim hujan, dan tak pernah sepi pengunjung.

Seperti halnya pomeo 'ada gula ada semut' talent-talent yang ada di industri ini pun seperti tak pernah ada habisnya, selalu saja memunculkan aktris-aktor yang fresh.

Secara teknologi mereka pun sangat up to date bahkan mungkin lebih maju dibandingkan dengan industri perfilman lain.

Film biru begitu film berbasis pornografi itu biasa disebut telah mengadaptasi teknologi Virtual Reality. Yang dapat membuat penikmatnya merasakan seperti berada dalam adegan film itu.

Makanya tak heran industri pornografi saat ini di dunia bernilai fantastis. Menurut BBCNews  saat ini nilai industri 'lendir' di dunia mencapai US$ 69 hingga US$ 77 milyar atau setara dengan Rp. 1.000,5 hingga Rp. 1.116 trilun per tahun.

Dan konon katanya akan terus bertumbuh rata-rata 15,2 persen per tahun. Apalagi saat pandemi Covid-19 menurut Market Insight pertumbuhannya bakal lebih fantastis lagi.

Industri yang menyasar "kebutuhan dasar"hidup manusia itu selalu bernilai fantastis dan tak akan ada habisnya.

Terlepas dari nilai-nilai moral yang selalu menjadi bahan perdebatan,  industri pornografi itu sungguh sangat menggoda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun