Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Seseorang Menyerang Mabes Polri, Contoh Dahsyatnya Cuci Otak ala Teroris

31 Maret 2021   18:13 Diperbarui: 1 April 2021   09:03 4481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: KompasTV via tribunnews.com

Kabar mengejutkan tiba-tiba menyeruak di laman media sosial Twitter, baku tembak terjadi di kawasan Komplek Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Dari potongan video yang tersebar di medsos terlihat seseorang berpakaian serba hitam masuk menerobos halaman Gedung Bareskrim Mabes Polri  Rabu (31/03/21) sekitar pukul 16.30.

Jika diamati ia terlihat seperti seorang perempuan, ia masuk menenteng senjata api. Begitu mendekati tempat penjagaan ia terlihat menodongkan senjata dan mulai menembak tak tentu arah.

Namun, kejadian itu tak berlangsung lama, terduga teroris tersebut tersungkur dihajar timah panas milik polisi. Hingga tulisan ini dibuat belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait insiden ini.

Kejadian ini sungguh sangat memprihatinkan, ia datang seorang diri ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, sambil menenteng senjata, itu membutuhkan nyali yang tak kaleng-kaleng.

Jika orang itu normal mungkin tak akan berani melakukannya. Mungkin penjahat sekaliber Johny Indo, Johny Sembiring bahkan Al Capone atau Pablo Escobar sekalipun tak akan berani melakukan hal seperti orang tersebut.

Saya kira jika tak dicuci otaknya sedemikian dalam oleh doktrin-doktrin radikalisme yang penuh kebencian akan sangat sulit menemukan orang dengan keberanian seperti itu.

Sehingga ia seperti menyerahkan nyawanya begitu saja tanpa rasa takut sedikitpun. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fathali Moghaddam dari Georgetown University Amerika Serikat, seperti yang saya kutip dari The Conversation.

Seseorang dapat memiliki keberanian untuk melakukan kekerasan mematikan seperti tindakan bom bunuh diri atau tindakan seperti yang terjadi di Mabes Polri, setidaknya harus melewati 6 fase

Setiap fase membutuhkan waktu, tergantung pada tingkat pemaparan seseorang terhadap ideologi kekerasan.

Ketidakadilan akan dipompakan menjadi dasar di awal ke dalam pikiran mereka. Dalam konteks "terorisme Islam" mereka merasakan sistem yang ada baik secara nasional maupun global menindas umat Islam.

Mereka yang sudah merasa demikian, kemudian diajak menemukan para pelaku ketidakadilan tersebut, dan itu telah masuk fase ke dua.

Pada fase ketiga mereka mencoba menemukan siapa dibalik penindasan umat Islam. 

Ketika Indonesia menganut demokrasi, kelompok-kelompok teroris menyebut negara sebagai 'pemerintahan setan'. Oleh karena itu, mereka melihat penegak hukum seperti polisi sebagai musuh.

Pada fase keempat, mereka mulai setuju untuk menggunakan segala cara, termasuk pemboman bunuh diri. Orang-orang yang setuju dengan apa yang dilakukan kelompok teroris mungkin berada pada tahap ini.

Pada fase kelima mereka mulai mempersiapkan diri untuk menyerang, dan itu sudah tertanam bahwa perbuatannya tersebut merupakan pertempuran suci melawan kebatilan.

Ketika memasuki fase keenam yakni saat eksekusi dilakukan, dalam hati dan pikiran mereka sudah tak ada keraguan, cuci otak berhasil dilakukan dan mereka sudah tak berpikir apapun selain pertempuran suci itu.

Makanya 2 kejadian terakhir bom bunuh diri di depan Gereja Katedral di Makasar dan yang terjadi sore tadi di Mabes Polri menunjukan betapa dahsyatnya hasil cuci otak para pelaku terorisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun