Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perpres Nomor 7/2021 tentang Ekstremisme dan Kontroversi Wajib Jilbab

24 Januari 2021   09:59 Diperbarui: 24 Januari 2021   11:03 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi telah merilis Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Ektremisme. Salah satu hal yang akan dilakukan atas dasar Perpres tersebut adalah memasukan materi pencegahan ekstremisme ke dalam kurikulum yang akan diajarkan mulai dari Sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

"Menambahkan materi pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, termasuk mengadopsi metodologi berpikir kritis dalam sistem pengajaran dan kurikulum pendidikan formal mulai dari dasar, menengah, dan tinggi," dikutip dari Perpres Nomor 7 Tahun 2021.

Bagus sih memang  upaya pencegahan ekstremisme ini dimasukan dalam materi ajar siswa,  tapi akan sia-sia jika masalah intoleransi yang merupakan salah satu pintu masuk menuju ekstremisme di lingkungan sekolah dibiarkan, atau diselesaikan secara parsial saja.

Seperti yang kini menjadi menjadi bahan perbincangan publik  berhari-hari,  geger kontroversi wajib jilbab di sebuah sekolah kejuruan negeri di Kota Padang Sumatera Barat.

Kejadian di Padang itu menurut saya hanyalah puncak dari gunung es, jika ditelusuri dengan seksama mungkin kondisi tersebut terjadi di hampir seluruh Indonesia terutama di daerah-daerah yang menetapkan Perda Syariah.

Memaksa seseorang untuk menggunakan atau melepaskan atribut agama yang diyakininya untuk kepentingan apapun sejatinya merupakan pelanggaran atas Hak Azasi Manusia.

Menggunakan jilbab sebagai penutup aurat bagi sebagian muslimah merupakan kewajiban, kenapa saya bilang sebagian lantaran ada sebagian lagi yang menyatakan sebaliknya.

Ini masalah fiqih yang perlu pemahaman mendalam untuk menguraikannya, dan saya tak memiliki kapabilitas tersebut makanya saya akan skip saja urusan wajib atau tidaknya menggunakan jilbab ini dalam ajaran Islam.

Namun yang jelas secara logika, andai Allah SWT memang berniat memaksa manusia untuk bertaqwa dan beriman gampang saja, sebagaimana dengan rasa lapar dan haus.

Tapi kenapa Ia tak lakukan, karena berjilbab yang bagi sebagian orang itu sebuah kewajiban yang merupakan manifestasi ketaqwaan dan keimanan? Karena Allah SWT ingin ketaqwaan dan keimanan manusia kepada Dirinya berdasarkan keikhlasan.

Artinya berjilbab atau beribadah itu dasarnya harus berlandaskan keikhlasan. Jika asumsinya seperti itu, mengapa masih saja kejadian seperti yang terjadi di SMKN 2 Padang terjadi di Indonesia.

Menurut saya ada 4 faktor yang membuat hal itu terus terjadi. 

Pertama, konservatisme agama yang menurut Prof. Azyumardi Azra dalam jurnalnya bertajuk "Rising Religious Conservatism in Indonesia: Socio-cultural, Economic and Political Impacts." Yaitu berpegang secara ketat pada kitab suci atau pada ajaran ortodoksi dianggap mereka sebagai ajaran paling benar.

Dalam konteks kekinian konservatisme agama ini agak berbeda dengan konservatisme lama, ada nuansa baru dalam manifestasinya, meskipun pada dasarnya tetap seperti konservatisme lama.

Nuansa baru dalam konservatisme agama itu menolak pemahaman, penafsiran, dan pembaruan pemikiran dan praktek agama berdasarkan perkembangan moderen tertentu. 

Konservatisme agama misalnya menolak gejala moderen seperti keluarga berencana, sebaliknya menganjurkan banyak anak; atau menolak imunisasi anak; menganjurkan pemisahan laki-laki dan perempuan bahkan di antara suami-istri dalam resepsi perkawinan.

Di Indonesia contoh yang paling jelas terlihat dan dianggap sebagai gejala konservatisme agama (Islam) adalah terus meluasnya penggunaan jilbab.

Bagi sejumlah pihak, meluasnya penggunaan jilbab ini mengandung berbagai implikasi negatif salah satunya akan berkembang menjadi pintu masuk bagi intoleransi yang bisa mengancam ke-bhineka tunggal ika-an Indonesia.

Apalagi kemudian jika di imbuhi dengan tunbuhnya praktik beragama berbasis klaim kebenaran sepihak yang menjadi faktor kedua pemaksaan menggunakan atribut agama  tersebut.

Sementara faktor ketiga yang membuat hal ini terjadi adalah otonomi daerah. Dalam prakteknya otonomi daerah itu akan melahirkan sebuah kebijakan yang didorong oleh politik kekuasaan bukan berdasarkan kajian yang memiliki dampak lebih luas secara nasional dan Indonesia sebagai bangsa secara keseluruhan.

Contohnya seperti yang terjadi di Padang ini, kebijakan mewajibkan penggunaan jilbab Walikota Padang Periode 2004-2014 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah  Kota Padang inilah yang menjadi dasar sekolah-sekolah negeri di Padang menerapkan kebijakan serupa bagi para siswinya.

Terlepas dari tujuannya yang ia anggap baik karena menjunjung kearifan lokal namun sepertinya ia lupa bahwa penduduk Padang itu tak hanya terdiri dari masyarakat muslim saja.

Meskipun seluruhnya muslim tetap saja kebijakan yang mewakili negara tak boleh mengintervensi keyakinan seseorang dalam beragama.

Faktor yang terakhir adalah mayoritarianisme, dimana jumlah terbanyak lah yang menjadi dasar sebuah kebijakan itu diambil.

Sekolah milik negara di wilayah mayoritas muslim, tidak bisa atas namakan menghormati mayoritas lalu memaksa murid berjilbab. Sekolah di wilayah mayoritas non muslim, tidak boleh memaksa murid melepas jilbab. 

Dalam menyusun sebuah peraturan itu bukan hanya kepentingan mayoritas yang mesti didahulukan. Bernegara itu harus berdasarkan konstitusi yang ada bukan dibuat dalam rangka mengikuti mayoritas.

Jika hal ini terus dibiarkan, akan mengganggu upaya-upaya pemerintah untuk memerangi ekstremisme yang di Indonesia kerap berawal dari masalah intoleransi beragama.

Merasa agamanya lebih baik dengan agama lain dan itu dinyatakan dalam ucapan dan tindakan. Setiap agama itu memiliki dogma yang diimani  oleh para penganutnya.

Jika terus saling klaim kebenaran, ujungnya agama itu yang sejatinya membawa berkah akan berujung pada pertikaian yang membawa bencana bagi kehidupan manusia Indonesia secara keseluruhan.

Biarkanlah urusan agama itu menjadi wilayah privat masing-masing individu, negara atau institusi manapun tak perlu mengatur-ngatur terlalu dalam.

Jangan merasa diri menjadi polisi moral bagi individu lain. Jika pun mau mengajak atau mengingatkan lakukanlah secara lembut tak perlu memaksa.

Untuk hal ini saya sepaham dengan pandangan Ozy The Titanium Alandika yang menulis ada urusan hidayah di area keimanan itu yang merupakan hak prerogatif Tuhan.

Sekarang rasanya pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus tegas mengatur urusan seragam ini sampai detil.

Jika tidak, bisa jadi berkembang ke arah yang berlawanan dengan maksud dan tujuan Perpres no 7/2021 tentang Extremisme (REN PA), yang mencegah penyebaran ekstremisme.

Rencana memasukan unsur anti ekstremisme ke dalam Kurikulum pendidikan akan sia-sia jika praktek di lapangan yang mendasar tentang toleransi saja tak dilakukan secara nyata.

Padahal kita tahu dasar dari ektremisme yang kemudian berujung pada terorisme itu adalah toleransi keyakinan masing-masing individu satu sama lain untuk saling menghargai  dan saling menghargai perbedaan.

Ingat saja, Tuhan itu maha segalanya, andai saja  Dia mau dengan mudah Tuhan menyeragamkan pemikiran dan keimanan umat manusia, tapi ini kan tidak.

Perbedaan yang membuat kehidupan ini ada, jika semua terigu bisakah roti dibuat, jika semua jenis mineral itu besi, bisakah mobil terbentuk.

Jika semua di dunia ini wanita bisakah manusia berreproduksi?  Seluruh kehidupan ini ada ya karena semua elemen alam semesta itu berbeda dan saling melengkapi.

Untuk itulah, mari kita sama-sama memelihara itu semua dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun