Insiden di KM 50 tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan 6 Laskar Front Pembela Islam (FPI) sepertinya masih akan panjang jalan ceritanya.
Tadinya saya duga polemik perkara ini akan mendingin setelah Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) usai melakukan penyelidikan dan merilis rekomendasinya.
Namun, lantaran rekomendasi itu tak memuaskan pihak FPI dan mereka yang meyakini bahwa insiden tersebut merupakan pelanggaran HAM berat, maka urusannya menjadi lebih panjang lagi.
Dalam rekomendasi tersebut Komnas HAM memang menyebutkan bahwa ada dugaan pelanggaran HAM oleh polisi yang dalam bahasa Komnas HAM disebut extra judicial killing.
Kondisi ini terjadi pada tewasnya 4 orang laskar FPI yang saat itu dalam penguasaan polisi. Menurut versi Polisi, keempat orang ini berusaha merebut senjata petugas sehingga anggota polisi yang saat itu berada dalam mobil terpaksa harus menembak mati keempatnya.
Namun, menurut Choirul Anam Komisioner Komnas HAM tak ada saksi dan bukti yang bisa menunjukan kebenaran klaim polisi tersebut, sehingga peristiwa kematian 4 orang laskar FPI tersebut terbuka adanya pelanggaran HAM.
Makanya untuk itu direkomendasikan untuk dibawa ke pengadilan agar pembuktiannya lebih jelas, tapi Komnas HAM mengimbuhi bahwa kejadian tersebut tak bisa dikategorikan sebagai  pelanggaran HAM berat.
"Sebagaimana sinyalemen di luar, banyak beredar bahwa ini dikatakan atau diasumsikan sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Seperti dilansir Beritasatu.com
Di sisi lain Komnas HAM menyebutkan peran laskar FPI dalam insiden tersebut, menurut temuan mereka laskar FPI sengaja menunggu polisi sehingga memungkinkan terjadinya insiden tersebut yang selanjutnya menimbulkan saling serempet mobil dan jual beli tembakan.
Dari sini saja sebenarnya sudah jelas bahwa FPI-lah yang memulai terjadinya insiden ini, kemudian klaim Sekum Eks FPI Munarman bahwa laskar FPI tak memiliki senjata api terbantahkan.
Seharusnya kepemilikan senjata api ini juga diselidiki lebih lanjut, karena memiliki senjata api secara tidak sah adalah pelanggaran hukum berat, apalagi digunakan untuk menyerang aparat hukum.