Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Insiden KM 50, Disebut Muhammadiyah dan TP3: Pelanggaran HAM Berat, Buktikan Saja di Pengadilan

21 Januari 2021   18:37 Diperbarui: 21 Januari 2021   20:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Insiden di KM 50 tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan 6 Laskar Front Pembela Islam (FPI) sepertinya masih akan panjang jalan ceritanya.

Tadinya saya duga polemik perkara ini akan mendingin setelah Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) usai melakukan penyelidikan dan merilis rekomendasinya.

Namun, lantaran rekomendasi itu tak memuaskan pihak FPI dan mereka yang meyakini bahwa insiden tersebut merupakan pelanggaran HAM berat, maka urusannya menjadi lebih panjang lagi.

Dalam rekomendasi tersebut Komnas HAM memang menyebutkan bahwa ada dugaan pelanggaran HAM oleh polisi yang dalam bahasa Komnas HAM disebut extra judicial killing.

Kondisi ini terjadi pada tewasnya 4 orang laskar FPI yang saat itu dalam penguasaan polisi. Menurut versi Polisi, keempat orang ini berusaha merebut senjata petugas sehingga anggota polisi yang saat itu berada dalam mobil terpaksa harus menembak mati keempatnya.

Namun, menurut Choirul Anam Komisioner Komnas HAM tak ada saksi dan bukti yang bisa menunjukan kebenaran klaim polisi tersebut, sehingga peristiwa kematian 4 orang laskar FPI tersebut terbuka adanya pelanggaran HAM.

Makanya untuk itu direkomendasikan untuk dibawa ke pengadilan agar pembuktiannya lebih jelas, tapi Komnas HAM mengimbuhi bahwa kejadian tersebut tak bisa dikategorikan sebagai  pelanggaran HAM berat.

"Sebagaimana sinyalemen di luar, banyak beredar bahwa ini dikatakan atau diasumsikan sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Seperti dilansir Beritasatu.com

Di sisi lain Komnas HAM menyebutkan peran laskar FPI dalam insiden tersebut, menurut temuan mereka laskar FPI sengaja menunggu polisi sehingga memungkinkan terjadinya insiden tersebut yang selanjutnya menimbulkan saling serempet mobil dan jual beli tembakan.

Dari sini saja sebenarnya sudah jelas bahwa FPI-lah yang memulai terjadinya insiden ini, kemudian klaim Sekum Eks FPI Munarman bahwa laskar FPI tak memiliki senjata api terbantahkan.

Seharusnya kepemilikan senjata api ini juga diselidiki lebih lanjut, karena memiliki senjata api secara tidak sah adalah pelanggaran hukum berat, apalagi digunakan untuk menyerang aparat hukum.

Namun fakta ini sepertinya dikesampingkan oleh  DPP Muhammadiyah yang menyebutkan bahwa  insiden yang menewaskan 6 orang tersebut merupakan pelanggatan HAM berat bukan biasa seperti.yang diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas.

"Karena itu, pembunuhan terhadap terutama empat anggota laskar FPI seharusnya tidak sekadar pelanggaran HAM biasa melainkan termasuk kategori pelanggaran HAM berat," katanya, seperti dilansir okezone.com. Senin (18/01/21).

Selain Muhammadiyah ada satu pihak lagi yang menyebutkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat pada insiden KM 50 itu.

Mereka yang menyebut dirinya Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3), menilai bahwa insiden KM 50 ini merupakan pelanggaran HAM berat.

"TP3 menyatakan bahwa pembunuhan 6 laskar FPI oleh aparat negara tidak sekadar pembunuhan biasa dan dikategorikan sebagai pelanggaran Ham biasa sebagaimana dinyatakan oleh Komnas HAM," kata Anggota TP3, Marwan Batubara, seperti dilansir Detik.com, Kamis (21/01/21).

Menariknya,  TP3 ini diisi juga oleh Busyro Muqadass yang merupakan Ketua DPP Muhammadiyah yang mengumumkan hal serupa dan anggota lainnya diisi oleh Amin Rais, Abdulah Hehamanua, Neno Warisman, Marwan Batubara dan sejumlah orang lainnya yang dikenal memang selalu berseberangan dengan pemerintah.

Jadi tak heran jika rekomendasi yang muncul seperti ini, jangankan ada celah untuk menyalahkan pemerintah, tak ada saja mereka gali-gali supaya terlihat ada.

Sebenernya apa yang dilakukan Komnas HAM itu sudah cukup, tinggal bawa  ke pengadilan buktikan secara hukum di sana. Tak perlu membangun narasi-narasi yang terus menerus menimbulkan kegaduhan.

Jika memang terbukti polisi melakukan pelanggaran HAM, hukum lah mereka sesuai dengan kesalahannya. Selidiki juga darimana anggota FPI bisa memiliki senjata api

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun