Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fahri Hamzah dan Fadli Zon, Memang Harus Dianugerahi Bintang Mahaputera Nararya

11 Agustus 2020   08:13 Diperbarui: 11 Agustus 2020   19:04 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sih di negeri ini yang tak menjadi kontroversi, hampir seluruh isu atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu diiringi polemik yang berujung kegaduhan.

Penganugerahan Bintang Mahaputra yang lazim dilaksanakan saat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus dan diberikan kepada orang-orang yang dianggap berjasa bagi negeri ini, pun menjadi kontroversi setelah salah dua  yang menerimanya merupakan pihak yang selama ini kerap mengkritik pemerintah.

Ya, Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelora dan Fadli Zon Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, keduanya dikabarkan akan dianugerahi Bintang Mahaputra Nararya.

Banyak pihak kemudian mempertanyakan kok orang yang terus menerus mengkritik pemerintah, oleh Presiden Jokowi malah dianugerahi tanda jasa yang bobotnya sangat tinggi.

Memang salahnya dimana, jika memang berhak dan memenuhi syarat-syarat? Apakah hanya orang-orang yang memuji-muji pemerintah yang layak mendapatkan anugerah tanda jasa tersebut?

Asal tahu saja Anugerah Bintang Mahaputera Nararya yang akan diberikan kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon itu merupakan penghargaan atas jasa-jasanya sebagai Pimpinan Dewan Perwakilan Republik Indonesia periode 2014-2019.

Setiap orang yang pernah menjadi jajaran pimpinan DPR-RI, berhak mendapatkan tanda jasa tersebut. Jadi ini tak ada hubungannya dengannya mengkritik atau memuji pemerintah, mendukung atau bertentangan dengan pemerintah.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Poilitik, Hukum, dan Keamanan, Prof Mahfud. MD, lewat akun Twitter miliknya @MohMahfudMD ia menerangkan bahwa anugerah Bintang Mahaputera yang akan disematkan oleh Presiden Jokowi tersebut sudah sesuai aturan tentang pemberian penghargaan bagi orang yang dianggap berjasa.

"Bisa dijelaskan bahwa pemberian Bintang Mahaputra kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah  sesuai dengan peraturan yang berlaku" 

Aturan ini mengacu pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2009 tentang Tanda Gelar, Tanda Jasa, Tanda Kehormatan.

Nah, Bintang tanda jasa yang akan diberikan kepada duo F ini menurut Mahfud MD sama halnya dengan tanda jasa untuk mereka yang pernah menjadi pimpinan Lembaga Tinggi Negara, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Artinya setiap orang yang pernah menjabat pimpinan lembaga negara berhak mendapatkan tanda jasa tersebut sepanjang ketika mereka menjabat tak melakukan perbuatan yang melanggar hukum terkait jabatannya dan dalam kehidupan sosialnya.

Seperti Akil Muchtar pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, ia sebenarnya berhak memperoleh bintang jasa tersebut.

Namun ia tak mendapatkan tanda jasa tersebut karena saat menjabat ia melanggar hukum dengan melakukan korupsi dan akhirnya dihukum.

Sementara Ke-2 orang tersebut sama sekali tak pernah melanggar hukum meskipun mereka pengkritik pemerintah yang sangat aktif, karena kita hidup di era demokrasi, mengkritik pemerintah bukan perbuatan melanggar hukum.

Jadi tak ada yang salah jika tanda jasa itu diberikan pada keduanya, malah pemerintahlah yang akan salah jika Bintang Mahaputra Nararya tak diberikan kepada mereka.

Bintang Mahaputra Nararya yang akan diberikan kepada Fadli dan Fahri ini merupakan penghargaan tertinggi bagi masyarakat sipil tingkat V.

Yang paling tinggi adalah Bintang Mahaputra Adipurna, kemudian Tingkat II, Bintang Mahaputra Adipradana, Tingkat III Bintang Mahaputra Utama, Tingkat IV Bintang Mahaputra Pratama.

Tentu saja pemerintah memiliki instrumen yang cukup untuk melakukan screening terhadap calon penerima tanda jasa ini.

Selain Fahri Hanzah dan Fadli Zon, mantan pimpinan DPR periode 2014-2019, ada nama Muhammad Hatta Ali  Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2017, dan terpilih kembali untuk periode 2017-2022.

Kemudian mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2012-2017 Muhammad Faruk dan Suhardi Alius mantan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun