Mohon tunggu...
Feriska ruri
Feriska ruri Mohon Tunggu... mahasiswa

Seorang mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tri Hita Karana: Filsafat Hidup dan Kearifan Lokal

9 Oktober 2025   09:02 Diperbarui: 9 Oktober 2025   09:02 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah kita berpikir, dari mana sebenarnya kebahagiaan sejati itu berasal? Apakah dari harta dan jabatan, atau justru dari keseimbangan hidup yang sering kita abaikan? Masyarakat Bali memiliki jawabannya dalam satu konsep luhur bernama Tri Hita Karana, yang berarti tiga penyebab kebahagiaan. Konsep ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya akan hadir ketika manusia mampu menjaga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

1. Tri Hita Karana sebagai Filsafat Hidup

Tri Hita Karana bukan sekadar ajaran budaya, melainkan filosofi hidup yang menjadi pedoman berpikir, bersikap, dan bertindak bagi masyarakat Bali. Tiga unsur utamanya Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan menggambarkan keseimbangan spiritual, sosial, dan ekologis. Melalui Parahyangan, manusia diajak menjaga hubungan dengan Sang Pencipta melalui sembahyang dan ritual suci. Pawongan menekankan pentingnya hubungan harmonis dengan sesama, sementara Palemahan menuntun manusia untuk hidup selaras dengan alam, bukan menjadi penguasanya.

2. Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah hasil adaptasi masyarakat terhadap lingkungan sosial dan alamnya. Begitu pula dengan Tri Hita Karana, yang lahir dari pengalaman panjang masyarakat Bali menjaga keseimbangan hidup. Meskipun berasal dari Bali, nilai-nilai Tri Hita Karana bersifat universal. Di mana pun kita berada, manusia pasti membutuhkan keseimbangan spiritual, sosial, dan ekologis agar dapat hidup bahagia dan tenteram. Filosofi ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal tidak pernah lekang oleh waktu ia justru menjadi panduan moral di tengah modernitas yang sering melupakan makna harmoni.

3. Contoh Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal Teologis

Nilai-nilai teologis Tri Hita Karana tercermin dalam berbagai tradisi Bali yang sarat makna spiritual. Misalnya Melasti, upacara penyucian diri dan alam sebelum Nyepi sebagai simbol pembersihan lahir batin. Lalu Seren Taun, tradisi syukur atas hasil panen yang menunjukkan kesadaran bahwa manusia hanyalah pengelola alam, bukan pemiliknya. Sementara dalam Subak, sistem irigasi tradisional, air dipandang sebagai anugerah Tuhan yang wajib dijaga dengan rasa syukur. Semua itu menunjukkan bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan dijalankan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

4. Contoh Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal Sosial

Aspek sosial atau Pawongan dalam Tri Hita Karana tampak dalam kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi gotong royong dan kebersamaan. Tradisi Ngayah, misalnya, dilakukan dengan sukarela untuk membantu kegiatan adat dan keagamaan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam Ngaben, seluruh warga turut membantu keluarga yang berduka, menunjukkan empati dan tanggung jawab sosial yang kuat. Bahkan dalam Perang Pandan di Desa Tenganan, nilai keberanian dan sportivitas lebih diutamakan daripada pertarungan. Semua ini mencerminkan harmoni sosial yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Bali.

5. Contoh Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal Ekologis

Tri Hita Karana juga mengajarkan keseimbangan antara manusia dan alam, atau yang disebut Palemahan. Melalui sistem Subak, masyarakat Bali tidak hanya mengatur distribusi air secara adil, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dengan pertanian berundak untuk mencegah erosi dan mengurangi penggunaan pestisida. Saat Nyepi, seluruh aktivitas manusia berhenti sejenak bumi beristirahat dari polusi dan kebisingan. Bahkan dalam tradisi Saiban (Ngejot), penggunaan bahan alami tanpa plastik dan pemberian makanan untuk hewan kecil mencerminkan rasa kasih terhadap semua makhluk. Nilai-nilai ekologis seperti ini menunjukkan betapa dalamnya penghormatan masyarakat Bali terhadap alam.

Tri Hita Karana bukan hanya warisan budaya Bali, tetapi juga cerminan kebijaksanaan universal tentang cara hidup yang seimbang. Di tengah dunia modern yang penuh kompetisi dan keserakahan, konsep ini mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli ia tumbuh dari harmoni antara spiritualitas, kemanusiaan, dan alam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun