Mohon tunggu...
Mochammad Dimas Ferdiansyah
Mochammad Dimas Ferdiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya tertarik dengan segala hal yang berkenaan dengan sosial humaniora

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah dan Indonesia Emas 2045

6 Juni 2022   11:00 Diperbarui: 6 Juni 2022   11:03 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tahukah kamu bahwa bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan bahasa terbanyak di dunia? Indonesia adalah negara kedua dengan bahasa terbanyak di dunia (718 bahasa) setelah Papua Nugini (840 bahasa). 

Hal itu merupakan hal yang semestinya patut kita syukuri karena Indonesia memiliki bahasa yang beragam. Tentunya, bahasa daerahlah yang berkontribusi paling signifikan dari sekian banyaknya jumlah bahasa tersebut. 

Sayangnya, angka tersebut tidaklah menutup kemungkinan akan mengalami pengurangan bahkan akan hanya akan menjadi "pajangan" jika tanpa dibarengi kesadaran untuk melestarikannya. 

Kenyataannya, eksistensi bahasa daerah semakin terkikis dan memudar dari waktu ke waktu. Bahkan untuk generasi milenial sendiri, tingkat pengetahuan mereka terhadap bahasa daerah bisa dibilang cukup miris. Salah satu contoh yang cukup dekat dengan kehidupan sehari-hari adalah terkadang orang yang menggunakan bahasa daerah dianggap sebagai kampungan, kuno, dan ketinggalan zaman.

Ada pula faktor lain yang menyebabkan semakin pudarnya penggunaan bahasa daerah, yaitu fenomena bahasa gaul khususnya di pergaulan anak muda saat ini. 

Berbagai bahasa gaul baru ataupun bahasa campuran antara bahasa Indonesia-Inggris terkadang digunakan tidak pada tempatnya. 

Kata-kata tersebut antara lain seperti which is, selow, bosque, kuy, santuy, dan sebagainya. Bukankah kata-kata tersebut tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar? 

Tidak sedikit dari para anak muda yang merasa bahwa dirinya akan mudah diterima dalam pergaulan jika memakai bahasa populer dan terdengar keren. Penggunaan bahasa semacam itu seolah-olah mendongkrak tingkat kepercayaan diri para anak muda sehingga mereka sering mengaplikasikan bahasa tersebut pada kehidupan sehari-hari.

Kebanyakan anak muda berasumsi bahwa penggunan bahasa daerah akan membuat mereka dianggap kurang update dan tidak seru jika bergaul dengan seumuran mereka. Padahal, bahasa daerah merupakan identitas suatu bangsa dan kebanyakan bahasa ibu kita adalah bahasa daerah kita masing-masing. 

Pemerolehan bahasa ibu dan penguasaannya menjadi sangat penting dalam perkembangan seorang individu bahkan sejak masih usia dini. Kematangan dalam berbahasa ibu juga dapat mempermudah seorang individu untuk menginternalisasikan budaya daerahnya, konsep dan identitas budayanya, serta jati dirinya. Adapun faktor lain yang memengaruhi pudarnya bahasa daerah adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya bahasa daerah sebagai bahasa ibu kepada masyarakat, terutama kepada generasi milenial.

Tidak banyak informasi mengenai pelestarian bahasa daerah di media sosial. Lebih parah lagi konten-konten di berbagai media sosial akhir-akhir ini dipenuhi oleh hal-hal yang tidak berfaedah misalnya konten pamer kekayaan, prank, cinta-cintaan, joget-joget, kehidupan artis, dan sebagainya. 

Adanya konten-konten tersebut membuat fokus masyarakat menjadi teralihkan dan bahkan bisa saja masyarakat tidak mendapatkan informasi mengenai bahasa daerah sama sekali. Hal itu tentunya sangat miris bukan? Apalagi Indonesia juga akan memasuki masa bonus demografi yang bersamaan memunculkan gagasan Indonesia Emas tahun 2045.

Pertanyaannya adalah, apakah eksistensi bahasa daerah akan terus ada di era Indonesia Emas tersebut atau malah hilang tergerus masa? Belum lagi bonus demografi ini akan didominasi oleh para anak muda zaman sekarang.

Dengan kenyataan bahwa anak muda sekarang kurang menyadari akan esensi dan eksistensi bahasa daerah, lalu bagaimana nasib bahasa daerah di masa mendatang? Akankah Indonesia akan mencapai era keemasannya tanpa adanya bahasa daerah? Jawabannya ialah mungkin saja. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati. Kita bisa melakukan suatu pencegahan sejak dini untuk menghindari punahnya bahasa daerah sebelum semakin buruk sehingga eksistensi bahasa daerah akan terus ada seiring dengan terwujudnya Indonesia Emas 2045.

Pertama, membiasakan diri untuk berbicara bahasa daerah di kehidupan sehari-hari. Suatu hal besar dimulai dari hal yang kecil. Dengan membiasakan diri berbicara bahasa daerah di kehidupan sehari-hari bahkan di ruang lingkup keluarga, maka secara langsung kita telah melestarikan eksistensi bahasa daerah.

Kedua, mengadakan lomba atau kompetisi yang menggunakan bahasa daerah. Kegiatan ini dapat berupa lomba pidato, bercerita, menulis puisi, membuat video, dan sebagainya dengan menggunakan bahasa daerah. Cara menarik tersebut dapat memikat perhatian orang-orang lain untuk mempelajari bahasa daerah apalagi jika diadakan di khalayak umum.

Terakhir, membentuk suatu komunitas bahasa daerah tertentu. Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat yang ingin belajar bahasa daerah serta kebudayaan daerah tertentu. Adanya komunitas tersebut juga diharapkan dapat menyebarluaskan informasi tentang bahasa daerah melalui platform media sosial, poster, brosur, dan sejenisnya.

Cara-cara di atas diharapkan mampu untuk menggalakkan edukasi dan informasi mengenai betapa pentingnya bahasa daerah menuju Indonesia Emas 2045. Generasi muda ialah generasi yang paling andil dalam melestarikan eksistensi bahasa daerah ini. Mempelajari bahasa lain boleh-boleh saja asalkan kita mengerti akan batasan dan kewajiban untuk menggunakan bahasa yang semestinya sesuai situasi dan kondisi. Hal ini sesuai dengan ungkapan "Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun