Mohon tunggu...
fenno pranadinata mukana
fenno pranadinata mukana Mohon Tunggu... Lainnya - Departemen Teknik Kelautan FTK ITS

Departemen Teknik Kelautan FTK ITS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Eksploitasi Laut secara Berlebihan

27 Januari 2021   06:58 Diperbarui: 27 Januari 2021   07:15 14060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia adalah negara maritime yang kaya akan sumber daya laut. Seluas 1,905 juta  Indonesia adalah wilayah perairan. Jadi tidak salah, Segala macam flora dan fauna berkembang di laut Indonesia. Indonesia juga memiliki salah satu garis pantai terpanjang di dunia dengan lebih dari 3.000 spesies ikan yang berbeda, 600 jenis karang, parit air yang dalam, vulkanik laut tunggangan. Sebanyak 20% dari terumbu karang dunia berada di Indonesia.

Tetapi masih disayangkan, dari berbagai kekayaan alam Indonesia yang ada di lautan, banyak masyarakat Indonesia yang tidak dapat memanfaatkan dan menjaga laut kita dengan baik. Masih sangat banyak yang melakukan eksploitasi laut secara berlebihan seperti, menangkap ikan dengan pukat harimau, menggunakan bahan peledak, serta merusak lingkungan di wilayah perairan. 

Ada juga kegiatan mengeksploitasi laut lainnya seperti, Overfishing adalah istilah yang merujuk pada penangkapan atau eksploitasi yang di lakukan secara berlebihan terhadap hasil sumber daya laut kita. Hasil riset di tahun 2015 kemarin menunjukkan bahwa manusia telah mengeksploitasi sumber daya laut, terutama ikan, secara berlebihan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 70% spesies ikan telah habis di tangkap secara besar-besaran tanpa adanya proses pemulihan kembali.

Kegiatan overfishing ini sangat berdampak besar bagi lautan kita. Tidak hanya membuat populasi ikan menurun drastis, tetapi juga membuat ekosistem laut menjadi sangat terganggu. Kita perlu tahu bahwa satu spesies flora dan fauna di dalam laut dapat menunjang hidup 3 -- 5 spesies flora dan fauna yang lainnya. Bayangkan jika satu spesies telah habis atau punah, maka kelangsungan hidup spesies lainnya dapat terganggu dan berpengaruh pada keseimbangan rantai makanan pada ekosistem laut.

Dampak terbesar dari eksploitasi berlebihan terjadi saat para predator laut yang jadi sasaran buruan. Data tahun 2013 menunjukan bawah sekitar 100 juta ikan hiu telah ditangkap dan diolah menjadi berbagai masakan, dagingnya untuk obat dan tak jarang kita mendengar sirip ikan hiu di jadikan sup di berbagai restoran di belahan dunia. 

World Wildlife Fund (WWF) Indonesia pernah membuat kampanye untuk menyelamatkan ikan hiu dari eksploitasi yang berlebih. Hal ini dilakukan dengan sosialisasi dan kampanye online maupun offline yang aktif untuk mengedukasi masyarakat agar kegiatan mengonsumsi ikan hiu ini dihentikan karena konsumsi ikan hiu membuat ekosistem dan rantai makanan di laut tidak seimbang dan akan mengancam jutaan spesies ikan dan terumbu karang di lautan kita.

Metode selanjutnya ,yaitu metode yang disebut penangkapan dengan peledakan atau dinamit, menghancurkan koloni karang dan membunuh jaringan karang pada koloni yang berdekatan. Karena penangkapan ikan dengan ledakan terbatas pada bagian karang yang lebih dangkal, zona rentan ini dapat direduksi menjadi puing-puing oleh ledakan berulang, membuat pemulihan menjadi sulit atau tidak mungkin dan menghancurkan sebagian besar karang. 

Metode penangkapan ikan yang merusak lainnya melibatkan penggunaan sianida untuk membius dan menangkap ikan hidup-hidup untuk pasar ikan karang hidup atau pasar akuarium ikan. Sianida yang disemprotkan atau dibuang di terumbu dapat merusak dan membunuh karang. 

Selain itu, nelayan sering mematahkan karang ketika mencoba untuk mengekstraksi ikan yang tertegun, menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada ekosistem terumbu karang. Sayangnya, sekitar sepertiga hingga setengah dari ikan yang dikumpulkan menggunakan metode ini mati segera setelah dipanen, menjadikan ini metode panen yang sangat merusak.

Beberapa jenis alat tangkap, termasuk jaring insang dan pukat pantai, juga dapat merusak ekosistem terumbu. Jenis alat tangkap ini menyeret sepanjang dasar laut dan menangkap atau meratakan spesies dan karang remaja yang tidak ditargetkan di jalurnya.

 Alat tangkap yang terbengkalai, seperti jebakan atau jaring yang hilang, dapat melanjutkan "penangkapan hantu", yaitu menjerat mangsa dan membekap karang selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah penyebaran. Jaring yang terbengkalai juga dapat menjerat dan mengusir karang karena aksi gelombang. 

Selain itu, selam scuba dan hookah telah membuka daerah yang lebih dalam bagi para nelayan teripang, tiram mutiara, lobster, gurita, ikan, kerang, dan karang. Metode penangkapan ikan yang merusak seperti dinamit, jaring insang, dan pukat pantai sangat tidak berkelanjutan karena biasanya tidak menargetkan spesies ikan tertentu dan sering mengakibatkan remaja dibunuh dalam proses tersebut. Kerusakan pada struktur terumbu karang semakin mengurangi produktivitas daerah tersebut, sehingga berdampak buruk pada populasi ikan yang bergantung pada terumbu karang dan juga mata pencaharian nelayan dan masyarakat sekitar.

Bentuk eksploitasi sumber daya alam adalah eksploitasi sumber daya alam laut. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa hanya terdapat 5,3% terumbu karang Indonesia yang tergolong sangat baik, sementara 27,18% digolongkan dalam kondisi baik, 37,25% dalam kondisi cukup baik dan 30,45% berada dalam kondisi buruk. 

Dilihat dari jumlah tersebut, maka jumlah terumbu karang yang buruk terbilang cukup banyak. Besarnya nilai tersebut dipengaruhi oleh rusaknya ekosistem laut akibat eksploitasi sumber daya alam laut yang berlebihan serta tidak sesuai dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries.

Bertambahnya kebutuhan dan permintaan pasar untuk ikan hias maupun ikan konsumsi menyebabkan pengusaha perikanan dan nelayan melakukan kegiatan eksploitasi terhadap ikan-ikan tersebut dengan menggunakan berbagai cara yang tidak sesuai dengan kode etik perikanan yang bertanggung jawab, seperti penangkapan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, pengeboman atau dengan menggunakan pukat harimau yang dapat merusak terumbu karang, penyetruman, atau bahkan pembiusan dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.

Penangkapan ikan dengan cara-cara diatas jelas memberikan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan laut di sekitarnya, seperti tercemarnya air laut karena limbah bahan kimia yang berasal dari sisa pembiusan dan rusaknya terumbu karang, bahkan tidak jarang pula menyebabkan terumbu karang tersebut mati. Selain itu, ekploitasi perikanan secara besar-besaran juga dapat menyebabkan semakin berkurangnya jumlah populasi ikan yang seharusnya masih tersisa untuk kembali berkembang biak. Eksploitasi ini juga secara perlahan dapat merusak keseimbangan ekosistem di laut.

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Produktivitas primer yang tinggi dan kompleksnya habitat yang terdapat di ekosistem terumbu karang memungkinkan daerah tersebut berperan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan tempat mencari makan bagi spesies ikan dan biota laut lainnya terutama bagi sejumlah spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis. 

Dengan demikian, secara otomatis produksi sekunder (Ikan dan biota laut lain) di daerah terumbu karang juga sangat tinggi. Dengan kata lain, terumbu karang berperan sebagai Spawning Ground dan Nursery Ground, serta sebagai pelindung pantai dan ekosistem pesisir lain (padang lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat atau gelombang besar (Zuidam, 1985:2).

Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah overfishing atau eksplotasi sumber daya laut yang berlebih ini? Tentunya ada banyak cara, apalagi setelah memahami bahwa eksploitasi berlebihan akan merusak laut dengan menghancurkan rantai makanan dan pada akhirnya merusak segala spesies di laut kita. 

Salah satu caranya adalah dengan menolak untuk mengkonsumsi produk makanan yang merupakan hasil olahan laut yang dieksploitasi berlebihan, dan pastinya hanya membeli produk-produk hasil laut yang ramah lingkungan dan ber-eco label. Dengan demikian kita akan turut menyelamatkan biota laut yang sangat terancam keberadaannya.

Banyak lagi cara lainnya, seperti budidaya ikan dengan cara yang tidak merusak lingkungan, mensosialisasikan cara penangkapan ikan yang baik dengan tidak menggunakan racun/bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan melakukan penangkapan ikan sesuai massa-nya dan tidak di tangkap berlebihan. Tentunya dengan berbagai manfaat yang ada pada laut, kita juga harus merawat dan menjaganya dengan sebaik mungkin agar laut kita dapat kita nikmati sampai seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun