Dengar kata "film" banyak hal yang terlintas, entah itu tentang sineasnya, judul filmnya, cast-nya, jalan ceritanya, dan juga Hari Film Nasional.
Hari Film Nasional yang diperingati setiap tanggal 30 Maret menjadi momen yang mengesankan, karena bisa membangkitkan siapa saja untuk berkiprah dalam bidang perfilman.
Kalau dalam dunia perfilman nasional, kita amat familiar dengan Bapak Perfilman Indonesia yaitu Usmar Ismail, sutradara terkemuka yang darinya lahirlah karya berjudul Darah Doa (Long March of Siliwangi), dengan syuting pertama film dengan tokoh utama bernama Sudarto itu, yaitu tanggal 30 Maret 1950.
Lantas siapakah sutradara perempuan pertama di Indonesia?
Â
Karya-karya Sutradara Perempuan Pertama di Indonesia
Hari Kamis, 20 Maret kemarin, saya berkesempatan dengan rekan-rekan KOMiK untuk ngabuburit di Museum Penerangan. Sambil menunggu waktu berbuka dan mengisi waktu untuk lebih mengenal tentang sutradara Perempuan pertama di Indonesia. Ada yang tahu siapa dia?
Beliau adalah Suratna atau lebih dikenal dengan nama Ratna Asmara. Awal karier Ratna di bidang perfilman, bermula sebagai aktris di film Kartinah (1940), dan Djauh Dimata (1948).
Saat itu, bisa dikatakan dominasi pria sebagai sutradara terbilang besar. Namun, semangat Ratna ternyata lebih besar lagi, ia pun menjadi sutradara perempuan pertama dengan karya pertamanya adalah film Sedap Malam yang rilis pada tahun 1950 dan diproduksi oleh Persari.
Lalu Ratna pun membuat film Dr. Samsi pada tahun 1952, dengan syutingnya itu pada tanggal 21 Juli 1952.
Pada tahun 1953, Ratna membuat rumah produksi bernama Ratna Films dan sempat membuat karya berjudul Nelajan. Lalu rumah produksi tersebut berganti nama menjadi Asmara Films, dan melahirkan karya dengan film berjudul Dewi dan Pemilihan Umum pada tahun 1954.
Kehidupan Ratna Asmara
Ratna menikah dengan Andjar Asmara pada tahun 1931. Keduanya sama-sama memiliki passion dalam bidang akting, di mana Ratna memiliki grup sandiwara yaitu Suhara Opera, sedangkan Andjar memiliki grup sandiwara Dardanella. Sayangnya mereka berpisah.
Kemudian, Ratna menikah dengan penulis naskah sekaligus sutradara dan bekerja sebagai diplomat, yaitu Suska (Sutan Usman Karim).
Ratna Asmara, lahir di Sawahlunto pada tahun 1913, dan wafat pada tanggal 10 Agustus 1968.
Bincang di MuspenTalks tentang Ratna Asmara
Momen peringatan Hari Film Nasional di MusPen makin semarak karena tidak hanya dihadiri oleh Komikers, siswa-siswa SMK dari berbagai sekolah dengan jurusan multimedia, tetapi juga narasumber yaitu Kak Ersya Ruswandono, selaku sutradara film dokumenter Merangkai Ratna Asmara, dan Kak Umi Lestari yang merupakan periset, penulis, dan dari Kelas Liarsip.
Dari film dokumenter Merangkai Ratna Asmara arahan Kak Ersya selaku sutradara, kami jadi mengetahui akan sosok sutradara perempuan pertama di tanah air. Begitupun, upaya keras Kak Umi dan rekan-rekan dari Kelas Liarsip.
Dari judul-judul film yang disutradarai oleh Ratna Asmara, boleh dikatakan film Dr. Samsi yang bisa diupayakan untuk bisa kita saksikan. Pasalnya proses digitisasi (alih media dari seluloid ke digital) cukup panjang dilakukan, karena dipengaruhi teknik pengarsipan pada masa itu yang belum sebaik masa kini.
Namun, dukungan Sinematek Indonesia dan Kemendikbudristek, memberikan progress yang apik untuk Kak Umi dan rekan-rekan bisa mempersembahkan karya Ratna Asmara, sehingga siapapun kini mengetahui jejak sutradara perempuan tanah air dalam bidang perfilman yang luar biasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI