Mohon tunggu...
Fenni Bungsu
Fenni Bungsu Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis

Penyuka warna biru yang senang menulis || Komiker Teraktif 2022 (Komunitas Film Kompasiana)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Short Movie Istiqlal: Apakah Sebuah Film Harus Happy Ending?

6 April 2024   12:22 Diperbarui: 6 April 2024   12:30 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi fennibungsu

Sambil berpuasa memang asiknya mengikuti kegiatan yang berkesan dan menambah wawasan. Apalagi yang dikerjakan itu, sambil pula bersilaturahmi, sehingga double combo yang didapatkan. Dari hal tersebutlah, saya pun tertarik mengikuti bedah film pendek Istiqlal, yang berlangsung di Museum Penerangan (Muspen) TMII dalam acara MuspenTalk yang sekaligus memperingati Hari Film Nasional.

Antara Istiqlal dan bulan Ramadan

Kalau kita memerhatikan media sosial (medsos), khususnya platform Tiktok, yang pada awal bulan Ramadan dipenuhi dengan yang namanya FYP (For Your Page) tentang cara buka puasa di Istiqlal, lalu beberapa hari belakangan hingga kini tentang "Qiyamul Lail alias Itikaf di Istiqlal", menyiratkan rasa bahwa masjid Istiqlal ini memang penuh pesona yang mengagumkan. Rata-rata mereka yang mengunggahnya di medsos tersebut, menceritakan tentang bagaimana cara berbuka puasa bersama dan itikaf di masjid megah yang berada di Jakarta Pusat itu, transportasi publik apa yang digunakan, masuk masjidnya dari pintu berapa, lantai berapanya, pada jam berapa bisa mendapatkan takjil maupun makanan untuk berbuka puasa, dan cara itikaf di sana.

Saya pun sebenarnya punya rencana untuk berbuka puasa di Istiqlal. Hanya saja, belum ada kesempatan sepertinya untuk Ramadan tahun ini. Semoga pada bulan Ramadan berikutnya, tidak hanya berkesempatan untuk mengikuti ibadahnya, juga dapat mengikuti momen berbuka puasa di sana, aamiin.

Film Pendek Istiqlal: Membedah yang Membuat Bertanya-tanya Sekaligus Mendapatkan Makna

Cuss, balik lagi kita ke acara MuspenTalk. Sebelum bedah film Istiqlal, acara yang menurut saya sekaligus ngabuburit di Muspen ini, dibuka oleh kak Wildan Fajar, perwakilan Muspen. Lalu dipandu Kak April dan Kak Restu dari Tim Pengelolaan Museum, kami para peserta diajak bermain games Kahoot lebih dulu (alhamdulillah menang, hehe).

Kak April dan Kak Restu dari Muspen (dokumentasi pribadi fennibungsu)
Kak April dan Kak Restu dari Muspen (dokumentasi pribadi fennibungsu)

Lanjut menceritakan biografi singkat Usmar Ismail, Bapak Perfilman Indonesia yang juga salah satu pendiri PERFINI. Usmar Ismail wafat di tahun 1971, dengan film terakhirnya adalah Ananda, serta film perdananya adalah Darah dan Doa yang diproduksi (sineas dan perusahaannya) oleh orang Indonesia. Hari pertama syuting film Darah dan Doa yaitu tanggal 30 Maret itulah, yang kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional.

Dari peringatan Hari Film Nasional ini menjadikan rasa semangat kepada para sineas kita, untuk berkarya yang berkualitas dan menghadirkan tayangan yang bermakna. Sebagaimana kehadiran film pendek Istiqlal yang disutradarai oleh Razny Mahardika.

"Film pendek ini syutingnya bukan di bulan Ramadan, dan produksinya bareng Kinovia.id." Terang Razny.  

Film pendek Istiqlal, bercerita tentang perjalanan Babeh (Syafrudin) dan anak laki-lakinya bernama Sobari (Dimas Ardiansyah) untuk berbuka puasa di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Perjalanan mereka menggunakan kendaraan roda dua dari Ciputat ke Istiqlal, menyiratkan makna berkesan akan sebuah kesabaran dari kedua sisi.

Dari sisi si anak, bagaimana ia yang notabene adalah generasi alpha (jaman now) agar bisa sabar menghadapi Babeh-nya. Yups, generasi alpha terbilang generasi yang amat akrab dengan yang namanya teknologi, sampai dalam suatu perjalanan, Sobari berkata kepada Babehnya: "Tanya google Maps aja Beh,"

Kak Dewi dari KOMiK Kompasiana dan Mas Razny Mahardika sutradara film Istiqlal (dokumentasi pribadi fennibungsu)
Kak Dewi dari KOMiK Kompasiana dan Mas Razny Mahardika sutradara film Istiqlal (dokumentasi pribadi fennibungsu)

Lalu dari sisi ayah (orangtua) bagaimana rasa sabarnya ia menghadapi tekanan diri sendiri antara rasa "egois" sebagai orangtua yang serba tahu dengan ketidakpercayaannya kepada si anak. Padahal dalam mempelajari apapun tak ada batasan usia. Yang muda bisa belajar kepada yang lebih tua. Begitupun yang tua dapat juga meraih pengetahuan dari si muda.

Mungkin untuk yang sudah menonton film berdurasi 15 menit 20 detik ini, membuat bertanya-tanya, mengapa Babeh dan Sobari digambarkan tidak sampai ke Istiqlal? Ternyata, jawaban Razny, karena tujuan film ini sebenarnya bukan tentang Istiqlal-nya tetapi tentang keterbukaan antara dua generasi melalui perjalanan singkat. Serta terselip pula sisi toleransi pada saat pembagian takjil dari Gerakan Pemuda GPIB Paulus Menteng kepada pengguna jalan yang memasuki waktu berbuka puasa, termasuk Babeh dan Sobari.

kolase foto oleh fennibungsu
kolase foto oleh fennibungsu

Bagi saya, film yang meraih penghargaan kategori Best Story di Panasonic Young Filmmaker 2019 ini, tidak masalah bila penceritaan Babeh dan Sobari yang menggunakan motor, tidak sampai ke Istiqlal. Pasalnya saya pernah menonton film Stampede (Rodeo) yang berdurasi 1 jam 20 menit dengan ide cerita yang kurang lebih sama, yaitu tentang perjalanan Pak Serge Jr (ayah) dengan Lily (anak perempuannya) dari Perancis menuju Kanada, guna mengikuti kegiatan balapan Badland's World's Best Truck Rodeo menggunakan truk K-Whopper, pada endingnya tidak ada penggambaran tokoh pada film yang rilis tahun 2022 ini sampai ke lokasi tujuan. Jadi, bila ditarik benang merah kedua film tersebut, momen dalam perjalanan itulah yang menjadi inti kisah bermaknanya. Dalam perjalanan sang ayah dan putera/puterinya akan menjadi dekat, karena mereka bisa mengobrol hal apa saja tentang jalan-jalan yang mereka lalui, dan sebagainya.

Harapan saya, semoga banyak lagi yang mengangkat kisah perjalanan anak dan orangtua ke suatu tempat. Hubungan antara ayah dan anak yang disajikan dalam sebuah film, bisa memberikan efek magic luar biasa bagi yang menyaksikannya. Kerekatan ini menjadi related dalam kehidupan, di mana memungkinkan dalam keseharian antara ayah dan anak kurang atau bahkan jarang berkomunikasi, karena kesibukan mereka masing-masing. Apalagi, umumnya dalam sebuah perjalanan akan menimbulkan perdebatan yang justru di saat itulah karakter seseorang akan tampak, apakah ia penyabar dan bisa dipercaya, atau malah sebaliknya?

Selain itu, sebuah film bisa saja ceritanya happy ending, karena sampai ke lokasi tujuan. Namun bukan berarti jadinya sad ending atau tidak berkesan karena tidak disorotnya si tokoh sampai ke tujuan. Kita sebagai penontonlah yang endingnya setelah menonton sebisa mungkin dapat mengambil hikmahnya, sehingga menjadi amal jariyah bagi para sineas yang telah menyajikan karyanya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun