Mohon tunggu...
Femas Anggit Wahyu Nugroho
Femas Anggit Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hamba Allah yang ditetapkan tinggal di bumi sejak 2003 dan suka nasi goreng.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dialektika dan Perkembangannya: Dari Socrates hingga Hegel

14 Desember 2023   22:01 Diperbarui: 14 Desember 2023   22:02 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahap pertama adalah bayang-bayang yang disaksikan orang-orang di dalam gua tersebut dianggap realitas sebenarnya. Tahap kedua ketika melihat benda sebenarnya namun masih di dalam gua. Orang yang ikatannya terlepas melihat dari dalam gua bahwa di belakang mereka ada orang lalu lalang yang menyebabkan terbentuknya bayangan di dinding gua. Tahap ketiga ketika mulai berusaha keluar dari gua dan menyaksikan matahari yang menyilaukan serta realitas lain di sekelilingnya. Ia melihat pohon sebagaimana bentuknya, besarnya, dan tingginya. Lalu tahap keempat dialegorikan dengan Matahari (Kebaikan). Tahap keempat ini adalah idea yang merupakan asal mula pengetahuan itu. Ketika orang tadi berada pada tahap ketiga yang melihat pohon dari sebagaimana bentuknya, besarnya, dan tingginya sebenarnya tak lebih dari bayangan dari idea. Gambaran pohon sebagaimana adanya ini sebenarnya sudah ada dalam pikiran orang itu (idea).

Di tangan Plato dialektika sudah tidak lagi berbentuk percakapan sebagaimana pada dialektika Socrates. Dialektika pada Plato sudah tidak melibatkan percakapan dengan mitra bicara. Dialektika mulai berkembang dengan dipraktikkan sendirian oleh pikiran sang filsuf.

Aristoteles: Dialektika sebagai Penyaringan Opini

Dialektika Aristoteles (384-322 SM) sangat berbeda dari dialektika Plato. Aristoteles tidak menganggap dialektika sebagai pengetahuan (episteme) atau bahkan pengetahuan tertinggi sebagaimana Plato. Objek dialektika Aristoteles adalah opini-opini yang kurang lebih diikuti para filsuf sebelumnya atau kebanyakan orang.

Dapat dikatakan dialektika pada Aristoteles didefinisikan sebagai proses memeriksa dan menyaring opini-opini yang telah ada ketika membahas sesuatu. Dalam hal ini, Aristoteles hanya menekankan aspek logis pada dialektika tanpa dikaitkan dengan keutamaan. Dengan demikian, dialektika pada Aristoteles tidak berkaitan dengan moral apa pun. Aristoteles tidak menganggap bahwa dialektika dapat membuat mitra bicara menjadi lebih bermoral atau lebih berkeutamaan. Lalu, apa fungsi dialektika?

Bagi Aristoteles, fungsi dialektika yang pertama adalah untuk melatih otak agar tetap terjaga kewarasannya dalam berpikir. Kedua, dialektika mampu membuat orang untuk memeriksa opini orang lain, menunjukkan letak kesalahannya sehingga opini tersebut harus ditanggalkan. Ketiga, dialektika membuat orang memiliki pengetahuan filosofis, artinya mampu membedakan mana benar mana salah. Keempat, dialektika membantu sains yakni dengan memeriksa opini-opini yang beredar terkait sains itu sendiri.

Contohnya adalah pada pencarian prinsip-prinsip pertama atau sebab-sebab pertama. Dalam hal ini Aristoteles mengemukakan 4 causa (sebab) yakni causa materialis, causa efficiens, causa formalis, causa finalis. Contoh dari causa ini misalkan kayu. Causa materialisnya adalah kayu sebagai bahan. Causa efficiensnya adalah tukang kayu yang mengerjakan bahan kayu menjadi sesuatu yang lain. Causa formalisnya adalah bentuk meja kayu sebagaimana bentuk yang ada di dalam pikiran si tukang kayu. Causa finalisnya adalah meja kayu untuk tujuan X (fungsinya).

Meninjau para pendahulunya, Aristoteles menemukan kebanyakan dari mereka hanya sampai pada causa materialis. Thales misalnya menganggap prinsip segala sesuatu adalah air. Anaximenes menganggap udara sebagai prinsip segala sesuatu. Hippasos dan Herakleitos menganggap prinsip segala sesuatu adalah api. Empedokles menganggap air, api, udara, dan tanah sebagai prinsip segala sesuatu.

Opini-opini pendahulu tersebut artinya apa yang dianggap sebagai prinsip segala sesuatu di balik segala yang berubah adalah tetap. Tetapi, bila ada prinsip yang tetap, artinya segala perubahan hanyalah ilusi. Aristoteles mengkritik ini. Baginya, memang ada substansi yang tidak berubah, tetapi di sisi lain perubahan tetaplah ada (Aristoteles menyebutnya perubahan aksidental). Contohnya adalah meja kayu yang dibiarkan lama kelamaan akan teronggok dan menjadi kayu bakar. Setelah dibuang ke tungku api, sepenuhnya meja kayu berubah jadi abu. Terjadi perubahan aksidental dan substansial dan perubahan ini nyata ada.

Dalam kasus mencari sebab-sebab pertama tersebut, setelah meninjau para pendahulunya, menyaring opini mereka, ia mengajukan causa terpenting yakni causa finalis. Ketika Anda ingin membeli meja, maka yang paling penting adalah akan Anda gunakan untuk apa meja tersebut (misalkan untuk belajar). Maka hal ini akan berpengaruh pada tiga causa lainnya. Causa formalisnya yakni bentuk meja belajar, causa efficiensnya yakni tukangnya, dan causa materialisnya yakni dari bahan apa meja tersebut. Ketika causa finalis berubah menjadi meja untuk makan, maka akan berubah pula tiga causa lainnya.

Dialektika Stoik: Demi Keutamaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun