"Tadi saya berdiskusi dengan Bapak Dirut Transjakarta, memang kenaikan itu signifikan, orang yang menggunakan transportasi umum. Walaupun konektivitas kita sebenarnya sudah 91 persen, tapi belum digunakan secara maksimal,"
- Pramono Anung, Gubernur DKI Jakarta (03/07/2025)
Ungkapan ini disampaikan selepas Gubernur Pramono mengoperasikan Transjabodetabek B25 Jurusan Bekasi-Dukuh Atas via Becakayu bersama dengan Walikota Bekasi Tri Adhianto yang mana mereka menaiki Bus tersebut dari Terminal Bekasi kemudian lanjut terus memasuki Jalan Tol Becakayu dan sampai akhirnya melewati Jatinegara-Kampung Melayu dan berakhir di Terminal Dukuh Atas Galunggung. Perjalanan tersebut memakan waktu selama 70 menit (karena melalui Tol Becakayu sehingga relatif lebih cepat alih-alih melalui Jalur Kalimalang).Â
Beliau sangat berterimakasih karena penyangga yang secara proaktif juga memberikan ruang kepada DKI Jakarta untuk bersinergi dengan meningkatkan konektivitas baik secara akses maupun secara harga. Apalagi, tarif dari Transjakarta relatif terjangkau bilamana dibandingkan dengan KRL Commuterline yang mungkin kurang lebih sama namun lebih padat, atau LRT Jabodebek yang sedikit lebih mahal. Setidaknya, warga Kota Bekasi yang commuting ke Jakarta juga memiliki pilihan rasional dan efektif mengurangi laju kendaraan pribadi yang memadati Jakarta.
Pendekatan Push Policy seperti ini sudah dijalankan di beberapa rute yang sudah berjalan seperti dimulai Blok M-Alam Sutera, Cawang Sentral-Vida Bekasi, Lebak Bulus-Sawangan, Blok M-PIK 2, Blok M-Botani Square, dan sekarang sudah sampai ke Bekasi-Dukuh Atas. Namun kembali lagi, bahwa nyatanya okupansinya masih naik perlahan alias belum sepenuhnya maksimal sehingga wajar saja perlu ada pendekatan evaluatif lagi.
Baik, sebenarnya yang perlu digarisbawahi juga. Sembari memastikan pemaksimalan rute baru. Mungkin Pemprov DKI juga perlu buka ruang koordinasi kepada penyangga yang mana ditengahi juga dengan Kementerian Perhubungan yang mana mungkin mereka bisa ambil celah membantu. Pendekatan First Mile-Last Milenya mungkin belum masuk untuk menyesuaikan feedering sampai ke kawasan Permukiman. Ini juga perlu ditekankan karena rerata Halte Transjakarta di Penyangga yang sudah terbangun terkesan agak menjarak dengan Permukiman.
Disamping itu, jangan lupakan juga. Mungkin, karena Pemprov menunda dengan alasan konsolidasi fiskal. Kalau tidak salah untuk menambah rute juga harus ada penyesuaian di fiskal. Semisal PSO yang ditambah bisa di APBD-P 2025, atau di APBD 2026 nanti? Namun, perlu juga digarisbawahi bahwa di dalam Kota tidak sepenuhnya dilupakan. Apalagi pas Pandemi banyak rute-rute NBRT apalagi yang skala kecil seperti Minitrans dan Mikrotrans yang mati. Mungkin bisa dihidupkan lagi dan rute-rute Bus Reguler Modifikasi yang sebenarnya sangat efektif.
Jangan lupa juga, poin yang menjadi catatan soal penambahan armada. Bisa didorong agar percepatan berlangsung. Mengingat banyak armada yang akan pensiun, dibuktikan dengan case Rute-rute modifikasi reguler armadanya diubah menjadi Mintrans padahal ini rute padat yang secara okupansi seharusnya dilayani dengan armada yang besar. Jadi bisa dipertimbangkan soal kecukupan armada. Jadi semisal Bus-Bus besar dimaksimalkan untuk akses ke Bodetabek, jangan sampai yang didalam Kota dikorbankan. Walaupun dengan dalih bahwa rute-rute BRT modifikasi melalui jalur kecil.Â
3 Ini yang sebaiknya bisa menjadi bahan evaluasi:
1. Pastikan Penyangga siap feedering dengan transum di daerahnya ke permukiman (First-Last Mile) supaya tidak bottleneck
2. Jangan lupa untuk aktifkan lagi rute-rute di dalam Kota yang sudah ada dan sebenarnya tidak kalah urgent dengan Bodetabek
3. Pastikan kecukupan armada supaya seimbang, Minitrans ke Minitrans, Reguler ke Reguler bukan malah terkesan timpang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI