Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

6 Ruas Tol Layang Dalam Kota Jakarta Bukan Solusi Macet, Setujukah?

26 April 2023   20:00 Diperbarui: 26 April 2023   20:01 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan meneruskan kemacetan yang membelah perkotaan. To the point melalui opini diatas saya menyatakan ketidaksetujuan saya terhadap proyek ini. 

Sekalipun argumentasi yang ditimbulkan adalah pertumbuhan ekonomi di kawasan mengingat percepatan mobilitas adalah segalanya. Lantas bisa jadi justru menghambat dan menjadi bumerang baru. Mengapa demikian?

Walaupun sudah diatur dalam rencana tataruang wilayah (RTRW 2030), RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025) Provinsi DKI Jakarta dan Perpres pengembangan Jabodetabek. 

Saya rasa jika mengakomodir proyek ini sudah pas dikatakan tidak merujuk riset atau kajian mendalam tentang kepadatan jalan yang berada di Jakarta yang sebenarnya tiada harus diselesaikan dengan tol, utamanya memecah kawasan pusat perkotaan. Bukan berarti saya menolak tol sepenuhnya hanya saja harus selektif kalau ingin mendorong pembangunan tol. 

Dibangun dengan skema layang rencananya akan dibangun di 6 titik yaitu Semanan-Pulogebang (baru rampung Pulogebang-Kelapagading sejak 2021 lalu), kemudian Duri Pulo hingga Kampung Melayu, Kampung Melayu hingga Kemayoran, Ulujami hingga Tanah Abang, Pasar Minggu hingga Casablanca. 

Kurang lebih sama seperti tol yang sudah terbangun sejak tahun 80an lalu yaitu Wiyoto Wiyono atau masyarakat Jakarta familiar dengan istilah By Pass dari Cawang hingga Tanjung Priok. 

Terus terang secara pribadi saya merasa bahwa selain merusak tata ruang juga tidak relevan alias realistis dengan kondisi jalan arteri dibawah yang mendukung pula kinerja tol agar lancar.

Sikap saya jelas, daripada Pemerintah fokus soal pembangunan 6 ruas tol dalam kota alias JIRR mending bereskan soal JORR atau lingkar luar kota yang kini sudah sampai pada tahap 2.

Meskipun tol dalam kota layang tersebut mengakomodir transportasi publik yaitu dengan mengakomodir Transjakarta yang kalau tidak salah tipe Ekspres karena seperti koridor 13 yang hanya melewati layang (dimana halte akan ditaruh, baik dekat dengan pintu tol maupun ditengah jalan tol yang diakses via eskalator atau lift). Tetap saja tidak bisa menjadi solusi sepenuhnya. Apalagi biaya investasi yang dikeluarkan tidak sedikit, kurang lebih sudah mencecah angka 25 Triliun bahkan bisa lebih lagi. 

Kalau menurut saya, perkara memecah kemacetan di ruas dalam kota Jakarta. Cukup-cukup lah tol yang notabene juga dilewati oleh bus dan truk yang malah membuat estetika kota menjadi tidak ada harganya. 

Uang sebesar itu, kalau hemat saya mending fokus untuk melebarkan jalan arteri. Lantas apa bedanya kalau pelebaran jalan yang notabene mengakomodir kendaraan juga?

Jalan arteri di Jakarta memang sudah banyak yang lebarnya memadai kurang lebih sumbu antara 2 bangunan di sisi kanan dan kiri banyak yang diatas 12 meter, sehingga dikatakan 4 lane (2 lajur kanan dan 2 lajur kiri atau lebih). Lebih baik optimalkan jalan arteri yang dikatakan sekunder dan non arteri ditingkatkan agar lebar setara. 

Uang 25-30 Triliun saya rasa cukup. Supaya apa? Jika jalan arteri besar, otomatis bisa mengakomodir pembangunan BRT reguler Transjakarta. 

Jika ruas jalan dilebarkan 12-15 meter, trotoar sekitar 2-5 meter kanan kiri, maka jalanan disisakan sekitar 8-10 meter (mungkin ya), dimana 2 ruas untuk mobil dan di tengah untuk bus lane dedicated untuk Transjakarta. Relevan bukan? 

Idealnya Jakarta punya 20 koridor Transjakarta hanya sayang banyak jalan yang kurang mengakomodir bus lane berikut armada yang besar. Jadi lebih baik seperti itu daripada membangun tol. Tol fokuskan pada lingkar luar saja tanpa harus merusak pusat kota seolah pusat kota di'bombardir' oleh tol.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun