Bahaya tak selalu terlihat. Di balik kasus Cesium-137, tersimpan dilema antara keselamatan, empati, dan hak manusia untuk hidup tenang.
Kasus paparan radioaktif Cesium-137 di Cikande, Serang-Banten, membuka kembali perdebatan klasik antara keselamatan dan kemanusiaan. Di satu sisi, negara berkewajiban melindungi warganya dari ancaman radiasi yang tidak terlihat namun berbahaya. Tapi di sisi lain, warga yang sudah puluhan tahun tinggal di tanah itu merasa baik-baik saja dan enggan direlokasi.
Bagi sebagian warga, relokasi bukan sekadar pindah tempat. Ia berarti meninggalkan rumah, kenangan, ladang penghidupan, dan ikatan sosial yang telah terjalin lama. Mereka merasa sehat, merasa aman, dan sulit menerima ancaman yang tak tampak mata. Di sinilah polemik bermula, ketika rasa memiliki bertemu dengan ketakutan yang sumbernya tidak terlihat.
Padahal, di balik ketenangan itu, radiasi Cesium-137 bekerja diam-diam. Ia tak menimbulkan bau, tak menimbulkan rasa, namun perlahan bisa menembus tubuh, merusak sel, dan menorehkan ancaman jangka panjang. Sebuah bahaya yang tidak memberi tanda, tapi menyimpan potensi penderitaan.
Apa itu radiasi Cesium-137 sudah ramai dibahas banyak media, termasuk Kompas (17/10/2025) yang mengulas lebih lengkap tentang sejauh mana paparan radiasinya, efeknya, bahaya bagi lingkungan, juga saran dari ahli epidemiologi. Selengkapnya:Â
Maka, saya mencoba menyoroti dari sisi lain. Bukan dari aspek teknis dan ilmiahnya, tetapi dari sisi kemanusiaan yang sering terlupakan.
Dilema Antara Relokasi dan Keterikatan Emosional
Menolak relokasi bukan berarti warga tidak peduli terhadap kesehatan. Mereka hanya dihadapkan pada pilihan yang sulit. Ada nilai emosional yang tidak bisa diukur dengan peta risiko, dan ada rasa takut kehilangan pegangan hidup yang tak tergantikan.
Relokasi berarti melepaskan akar sosial yang sudah tertanam dalam-dalam. Bagi sebagian besar warga, tanah bukan sekadar tempat tinggal, tetapi bagian dari identitas. Maka wajar bila muncul penolakan, karena rasa aman yang mereka rasakan berasal dari kebiasaan, bukan dari teori tentang bahaya yang belum terlihat.