Membangun Jembatan, Bukan Tembok
Mengacu pada Dokumen Persaudaraan Manusia (Abu Dhabi, 2019), Paus Leo menegaskan bahwa percakapan antarbudaya harus menjadi jalan yang dilalui, kerja sama harus dijadikan norma, dan pemahaman timbal balik harus menjadi acuan utama. Di dunia yang mencari makna, seruan ini bagaikan air di tengah gurun.
Paus menekankan bahwa Gereja tidak dapat tetap terasing. Ia mengajak semua untuk menolak perang dan ketidakadilan, serta mendukung perdamaian dan pembangunan yang menyeluruh. Pernyataan Santo Fransiskus dari Assisi, "Tuhan, jadikanlah aku alat perdamaian-Mu," menjadi inti dari seruan ini.
Kasih dalam Aksi: Dari Sant'Egidio ke Budaya Digital
Komunitas Sant'Egidio di Italia merupakan contoh nyata dari penerapan Ajaran Sosial Gereja. Melalui bantuan terhadap pengungsi, orang-orang yang kurang mampu, serta upaya dialog antaragama, mereka menjadi simbol dari peradaban kasih.
Dalam era digital, tantangan peradaban kasih muncul dengan cara yang lebih halus, seperti ujaran kebencian, filter gelembung, dan polarisasi pandangan. Paus Fransiskus, dalam Fratelli Tutti, mendorong kita untuk menciptakan budaya berjumpa dengan lebih banyak mendengarkan, bersikap hormat saat tidak sepakat, dan menyapa dengan rasa empati.
Santa Teresa dari Kalkuta mengingatkan kita, "Sebarkan cinta ke mana pun kamu pergi. Jangan biarkan ada seseorang yang datang padamu tanpa merasa lebih baik saat pergi. "
Berdasarkan pengalaman saya sebagai pemuda Katolik di Indonesia, saya menyadari bahwa menciptakan jembatan persaudaraan tidak hanya berkaitan dengan dialog antaragama di level yang tinggi. Terkadang, itu dimulai dari hal yang sangat sederhana: memilih untuk bersikap ramah meskipun memiliki keyakinan yang berbeda, menghindari penyebaran ujaran kebencian, atau mendengarkan orang yang berpikir berbeda tanpa menghakimi.
Dalam konteks lingkungan kita yang beragam, semangat peradaban kasih menjadi panggilan yang nyatadan tidak hanya untuk dunia, tetapi juga untuk tetangga, rekan kerja, dan keluarga kita sendiri.
Refleksi: Menjadi Pelopor Kasih di Dunia yang Luka
Ketika dunia terpecah ke berbagai arah yang saling menjauh, kita diundang untuk menjadi penghubung dan bukan sekadar pengamat, tetapi pelaku kasih yang aktif. Dalam aktivitas sehari-hari, kita bisa memulainya dengan hal-hal sederhana: mendengarkan dengan seksama, membantu dengan tulus, dan berdiri di sisi mereka yang lemah.