Aku tidak pernah mengajak Rina lebih jauh. Tapi aku juga tidak sepenuhnya menjauh. Sampai suatu hari, ia tak lagi memesan. Aku menunggu. Mengecek riwayat. Lalu menyerah.
Dua minggu kemudian, aku mendapat pesan: "Terima kasih pernah jadi ruang aman. Sekarang aku mau belajar pulang tanpa perlu diantar." Aku menatap layar lama, lalu hanya menulis: "Semoga pintunya tetap terbuka, meski udah nggak nyari pelarian."
Sejak itu, aku mulai bicara lagi pada istriku. Pelan-pelan. Tentang hal sepele, tentang hariku, tentang lagu yang kudengar sambil mengantar penumpang. Ia dengarkan. Kadang bingung. Tapi mulai kembali menjawab dengan senyum.
Selingkuh lewat interaksi kecil bisa jadi racun kalau dibiarkan hidup. Tapi bisa juga jadi alarm---bahwa hati butuh disentuh, bukan hanya dijaga.
Dan sekarang, tiap kali aku antar penumpang baru, aku ingat: bahwa jadi ruang aman orang lain itu anugerah. Tapi membiarkan diri jadi pelarian tanpa arah adalah pilihan yang harus kuwaspadai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI