Pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menandai langkah penting dalam memperkuat sistem pertahanan nasional Indonesia. Setelah melalui dinamika pembahasan yang intens di parlemen serta mendengar aspirasi dari elemen mahasiswa dan masyarakat sipil, UU ini akhirnya disahkan oleh DPR dan diteken oleh Presiden Prabowo Subianto. Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Al-Wasliyah (PW GPA) DKI Jakarta, melalui Dedi Siregar, menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap UU ini sebagai bentuk ikhtiar negara dalam merespons tantangan keamanan yang kian kompleks. UU ini tidak hanya mempertegas posisi TNI sebagai kekuatan utama pertahanan, tetapi juga memperluas peran dan fungsi TNI dalam konteks keamanan nasional yang modern.
Dedi Siregar menekankan bahwa penguatan TNI ini harus ditempatkan dalam kerangka konstitusional, terutama berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, yang menyatakan bahwa sistem pertahanan Indonesia mengedepankan prinsip Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Konsep ini, yang digagas oleh Jenderal A.H. Nasution, merupakan warisan historis dari pengalaman bangsa dalam menghadapi agresi militer dan mempertahankan kemerdekaan. Artinya, pertahanan negara bukan hanya tanggung jawab militer, melainkan kewajiban kolektif seluruh rakyat. UU TNI terbaru adalah penyempurnaan dari semangat gotong royong tersebut, agar kekuatan pertahanan kita tidak hanya tangguh secara militer, tetapi juga solid secara sosial.
Perubahan dalam UU ini turut menjawab tuntutan zaman, di mana ancaman tidak lagi bersifat konvensional semata. Dedi menyebut bahwa perluasan tugas TNI, seperti penanggulangan bencana, menghadapi ancaman siber, dan mengatasi kejahatan lintas batas serta ideologi radikal, menjadi sangat relevan. Situasi geopolitik global yang memanas, krisis energi, dan perang dagang internasional menambah urgensi untuk memiliki angkatan bersenjata yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan cepat. Oleh karena itu, revisi UU TNI ini adalah langkah modernisasi yang diperlukan agar Indonesia tidak tertinggal dalam hal strategi pertahanan nasional.
Salah satu hal penting dalam UU TNI yang baru adalah penyesuaian usia pensiun prajurit. Menurut Dedi, hal ini bertujuan menjaga keberlangsungan sumber daya manusia TNI yang profesional dan berpengalaman. Memperpanjang usia pensiun bukan berarti memperlambat regenerasi, melainkan memberi ruang yang cukup untuk proses kaderisasi yang matang dan transfer pengetahuan secara menyeluruh. Namun demikian, aspek kesehatan, kebugaran fisik, dan kebutuhan institusi untuk terus menyegarkan struktur komandonya tetap menjadi pertimbangan penting. Keseimbangan antara mempertahankan pengalaman dan mendorong regenerasi inilah yang menjadi roh dari kebijakan tersebut.
Akhirnya, Dedi Siregar menegaskan bahwa UU TNI tetap berada dalam bingkai negara hukum dan prinsip demokrasi. Tidak ada ruang untuk dwifungsi TNI sebagaimana dituduhkan oleh sebagian pihak yang menolak UU ini. Semua perubahan yang diatur tetap tunduk pada supremasi sipil, selaras dengan nilai-nilai reformasi, serta menjunjung tinggi hak-hak konstitusional masyarakat. Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersikap legowo dan tidak perlu khawatir berlebihan. Saatnya kita bersatu dan bergotong royong menghadapi tantangan global dengan keyakinan bahwa TNI hadir bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk mengabdi demi nusa dan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI