Mohon tunggu...
F Daus AR
F Daus AR Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Penggerutu

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Cerpen yang Melangkahi Waktu (Bagian 6)

26 Januari 2020   20:37 Diperbarui: 26 Januari 2020   21:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi. Template: Canva

Di tahun 2016 kami berjumpa tanpa janji yang disepakati. Sore itu di teras warkop di jalan Sultan Alauddin dekat dealer kendaraan roda empat. Karena ada janji, ia tidak memesan segelas kopi, setelah basa basi ia menyerahkan kumcernya, Lelaki Gerimis (The Phinisi Press: 2015).

Saya sering membaca cerpennya di rubrik Budaya Harian Fajar yang menjadi ruang mempublikasikan sejumlah karyanya, baik cerpen atau puisi. Lelaki kelahiran Bulukuba ini dikenal dengan nama pena Irhyl R Makkatutu.

Kumcer ini bisa juga disebut antologi puisi karena struktur setiap judul cerpen ada pula larik puisi dengan judul yang sama. Puisi dan cerpen terpisah sekaligus sebagai kesatuan pengalaman di medium yang berbeda.

"Kesan yang tertangkap dalam cerita ini adalah kesunyian dan kesepian..." tulis Nur Alim Djalil, kolumnis Fajar dalam pengantarnya. Hal lain, kita menemukan rekonstruksi kisah yang, mungkin, pengalaman pribadi penulisnya.

Irhyl juga melekatkan kultur yang tidak bisa ia tampik untuk disuarakan. Di cerpen Lipa Sa'be, jenis sarung berkualitas tinggi yang menjadi simbol kelas di kultur Bugis karena harganya mahal dan diproduksi terbatas menjadi petunjuk kandasnya hubungan dua muda mudi. Lelaki Gerimis yang dijadikan judul kumcer menegaskan ciri khas Irhyl yang membangun kesunyian.

_

Tiap kali lebaran tiba, para perantau sudah menyiapkan peta perjalanan pulang ke kampung halaman membawa senyum untuk berkumpul dengan keluarga besar. Serasa hari lebaran telah menghapus kesedihan umat manusia dalam menjalani hidup.

Namun, Dul Abdul Rahman di cerpen Lebaran Kali Ini Hujan Turun yang dijadikan judul antologi cerpennya terbitan Nala Cipta Litera di tahun 2006 ini menawarkan hal berbeda. Lebaran menjadi titik kesedihan.

Di tahun 2012 ketika menerbitkan majalah sastra Lentera di Pangkep, Sulawesi Selatan. Dul saya kirimi surel agar bersedia mengirim kisah dan ia kirimkan cerpen Orang Jatuh Cinta Dilarang Pergi ke Dukun. Padahal saya belum pernah bertatap muka dan mengenal lebih dekat. Hubungan kami tak lebih sebagai penulis dan pembaca.

Rentetan kisah dalam kumcer ini bersoal getir yang dialami manusia. Dul menghidupkan tokoh yang tegar menjalani nasib dengan merawat kesedihan. Jadinya, kita menjumpai manusia yang melewati nasib yang diterima sebagai takdir yang terlepas dari pra kondisi sosial yang melatari. Hal ini begitu terasa di cerpen Lebaran Kali Ini Hujan Turun.

Di cerpen Sampara dan Anaknya juga dijumpai narasi serupa. Manusia hanyalah partikel kecil di tengah badai tragedi yang datang menghampiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun