Mohon tunggu...
F Daus AR
F Daus AR Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Penggerutu

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Cerpen yang Melangkahi Waktu (Bagian 2)

16 Januari 2020   09:18 Diperbarui: 16 Januari 2020   09:26 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keunikan penciptaan karya merupakan proses yang dilakukan tanpa henti. Lipatan waktu menjadi jembatan juga tantangan yang harus ditaklukkan. Eka Kurniawan dalam salah satu esai di blognya menuliskan kapan seseorang melahirkan karya terbaiknya.

Ini tidak sama dengan atlet yang bertaruh dengan usia emasnya meraih presetasi. Sastrawan, praktis tidak dibatasi usia mengguncang dunia dengan karya yang kelak oleh lapisan pembaca memacaknya selaku adi karya.

Melanjutkan catatan pembacaan saya soal cerpen dengan keunikan penciptaan yang melekat pada pembuatnya, Pramodeya Ananta Toer tak bisa dilewatkan. 

Walau lebih banyak melahirkan novel, Percikan Revolusi Subuh (Hasta Mitra, 2001). Dua kumpulan cerpen yang disatukan ini dulunya pernah terbit terpisah di tahun 1950 untuk cetakan pertama Percikan Revolusi dan 1951 kumcer Subuh.

Dari 12 cerpen, saya memilih Blora. Kita tahu Pram lahir di Blora dan menjalani liku kisah dalam hidupnya bermula di sana. "Semua cerita pendek yang dikumpulkan dalam buku ini terkarang semasa pengarang berada dalam tahanan semenjak aksi militer pertama pada 21 Juli 1947." Tulis HB Jassin dalam pengantarnya.

Eka Kurniawan yang disebut oleh Ben Anderson selaku suksesor Pram kemudian datang membongkar tatanan peta sastra Indonesia. Saya lebih dulu membaca novel Cantik Itu Luka (AKY dan Jalasutra: 2002) di tahun 2004 sebelum novel ini menjumpai banyak lapisan pembaca setelah diterbitkan ulang Gramedia Pustaka Utama (GPU).

Di tahun 2015, Eka mengirimkan kumcer Corat Coret di Toilet yang diterbitkan ulang GPU di tahun 2014). Pertanyaan saya terpilih untuk dijawab oleh Eka di blognya, ya semacam give untuk mendapatkan novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, hanya saja novel itu tidak sampai dan Eka menggantinya dengan kumcernya itu.

Tidak perlu lama menetapkan pilihan, Corat Coret di Toilet adalah cerpen yang bisa mewakili bagaimana Eka bertutur. Meski cerpen ini bukan cerpen Eka yang pertama saya baca. Sejumlah cerpennya sudah sering saya jumpai di Kompas.

Pengarang sejawat Eka yang pernah bersama di Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY), Phutut EA juga menjadi penanda melalui sejumlah cerpennya. 

Seorang kawan pernah membeli kumcer pertamanya, Sebuah Kitab yang Suci cetakan pertama (Jendela: 2004). Saya pernah membaca cerpen itu tetapi agak berat.

Sarapan Pagi Penuh Dusta juga merupakan kumcer Phutut, dulu ingin membelinya namun selalu lupa. Di tahun 2004 justru saya menekap Dua Tangisan pada Satu Malam (Kompas: 2003). Tata letak buku ini dilengkapi ilustrasi Andi Seno Aji yang merespons setiap cerpen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun