Mohon tunggu...
Fazar Rifqi As Sidik
Fazar Rifqi As Sidik Mohon Tunggu... Dosen UIN SGD Bandung

Senang dengan dunia pendidikan berserta isinya

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Dari Cedera ke Cahaya: Paradoks Ruang Kosong

1 September 2025   10:21 Diperbarui: 1 September 2025   10:21 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Sebelum insiden terjadi

Tepat dua minggu lalu, saya mengalami insiden yang menggetarkan dunia kecil saya sendiri. Sebuah momen yang datang begitu cepat, tak ada seorang pun menduganya. Saya terkena cedera hamstring, hanya karena satu ayunan raket yang berakhir dengan tubuh terjerembab ke lantai. Orang bilang, cedera lutut dan otot sekitarnya butuh waktu lama untuk pulih, bahkan hingga berbulan-bulan.

Hari-hari setelahnya berjalan monoton. Mandi, makan, kemudian berbaring di atas hamparan kasur. Waktu seolah membeku. Saya merasakan kekosongan yang begitu pekat, sebuah jeda yang membuat manusia mempertanyakan dirinya sendiri. Sebab kodrat kita adalah bekerja, bergerak, berlari, dan terus melanggengkan eksistensi. Namun, di tengah kekosongan itu, saya menemukan sebuah paradoks: dari heningnya ruang, lahirlah keinginan besar untuk kembali menulis.

Saya pun mulai meneteskan kata-kata di layar, menyalakan obor kecil di tengah ruang kosong ini. Beberapa tulisan saya kirimkan ke web resmi, mulai dari portal Kementerian Agama, diskursud.id, kompasiana, hingga Nuqtoh. Siapa sangka, salah satu tulisan saya tentang “Garasi Diskusi: Menyalakan Obor di Tengah Riuh Kota” dimuat di kanal opini Kementerian Agama. Bagi penulis amatiran, itu adalah sebuah capaian yang lebih berharga dari sekadar perban di lutut: sebuah penyembuhan batin.

Ketika menulis, saya teringat pada sejarah. Gagasan besar sering lahir dari ruang sepi, dari pengasingan, dari jeda yang tak kita rencanakan. Soekarno menulis “Indonesia Menggugat” ketika ia berada di pengasingan. Tan Malaka merumuskan Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) bukan di ruang mewah, melainkan di persembunyian dan pelarian. Pramoedya Ananta Toer menulis karya monumentalnya, Tetralogi Buru, di tengah kerasnya kehidupan di Pulau Buru. Mereka semua sama: menjadikan kesunyian sebagai laboratorium ide.

Bahkan jauh sebelum itu, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama bukan di tengah hiruk pikuk pasar, melainkan dalam heningnya Gua Hira. Sebuah ruang yang sunyi, bebas dari bisik manusia, menjadi medium hadirnya cahaya Ilahi. Seolah sejarah ingin mengajarkan kepada kita: kesunyian adalah rahim bagi gagasan besar, tempat ide-ide suci dan orisinal menemukan jalan lahirnya.

Kekosongan yang sering kita hindari sesungguhnya adalah ruang transendental untuk memulihkan jiwa, menata pikiran, dan melahirkan gagasan. Dalam perspektif filsafat, Friedrich Nietzsche pernah mengatakan, “Anda harus memiliki kekacauan dalam diri untuk melahirkan bintang yang menari.” Sementara Rumi menulis, “Kesunyian adalah bahasa Tuhan, selebihnya hanyalah terjemahan yang buruk.” Betapa kuatnya pesan itu: hening bukan sekadar ketiadaan, tetapi justru sumber kehidupan gagasan.

Hari ini, cedera saya mungkin belum pulih sepenuhnya. Namun saya bersyukur, karena dari ruang kosong ini lahir keberanian untuk menulis, untuk menggagas, dan untuk percaya bahwa di balik setiap jeda, ada kemungkinan besar menunggu untuk dilahirkan.

Penulis: Fazar Rifqi As Sidik, M.Pd. (Akademisi yang merangkap sebagai pemain badminton amatiran, tapi sesekali pernah menjadi Juara 1 Rektor Cup UIN SGD Bandung Tahun 2016)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun