Mohon tunggu...
Coretan Maba
Coretan Maba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Maba 2020

No one can read this message.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Aku, Ayah, dan Tugas

17 Maret 2021   21:53 Diperbarui: 17 Maret 2021   22:03 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Genap enam bulan ayahku bertugas menjaga keutuhan negara ini, ia pun pulang ke kampung halamanku dengan selamat, tak kurang suatu apapun. Lengkap dengan dua mata tajamnya, hidung besarnya, bibir tebalnya yang ia wariskan kepadaku, dua tangan kekar, dan dua kakinya yang memijak tanah dengan kokoh. Alhamdulillah, untaian puji syukur terucap di setiap geming bibir keluargaku. Ia berhasil memenuhi janji yang ia buat dan ucapkan dalam lubuk hati terdalamnya padaku.

Meski ia telah melewatakan tumbuh kembangku selama setengah tahun lamanya, ia tetap dapat menyaksikanku beranjak dewasa hingga saat ini. Namun aku tak dapat menghabiskan sembilan belas tahunku penuh bersamanya. Mengingat apa profesinya, ia sering dipindah tugaskan ke seluruh penjuru Indonesia. Pergi bertugas berbulan-bulan, pulang kembali ke rumah memelukku dalam dua jam. Pergi lagi, lalu datang lagi, terus berulang.

Februari, 2009.

Tahun 2009 adalah tahun yang sedikit sulit untukku, yang memberiku tantangan kala aku baru saja menjadi siswa berseragam putih merah. Tahun yang menjadi periode terlama aku tidak berjumpa dengan ayah. Kala ia ditugaskan di Pulau Bawean, terletak di ujung Gresik. Ia bertugas selama dua bulan dan pulang hanya satu pekan. Ritme itu berulang terus hingga genap satu tahun.

Rasa rindu dan iri menyelimuti hatiku pada masa-masa itu. Ketika anak-anak berbaju putih merah lainnya diantarkan sekolah hingga depan gerbang oleh ayahnya masing-masing, aku hanya dapat mengayuh sepeda roda duaku dan ditemani kesendirian dari rumah yang cukup jauh dari sekolah dasar favorit di daerah itu.

Februari, 2010.

Masa tugas ayahku telah usai. Ia membawakanku sesuatu yang tak biasa dari pulau Bawean,  yang menjadi kebanggan memiliki ayah sepertinya. Oleh-oleh yang kuceritakan dan kupamerkan ke semua temanku, dan dalam hatiku selalu terbesit "aku bangga padamu, Yah". Ia membawakanku dua ekor biawak air dan seekor penyu tua yang sangat besar.

Rentetan kisah masa kecilku yang kulalui baik dengan ayah ataupun tidak, membuatku bangga terhadapnya. Kini ketika umurku sudah terbilang belasan tahun, aku paham mengapa ayahku sering meninggalkanku sendiri dengan ibuku di masa-masa itu. Mengingat perjuangannya mencari nafkah untukku, aku bersyukur dianugrahi Tuhan keluarga yang lengkap dan tak kurang suatu apapun. Meski tak sehebat Sultan Hassanudin, ia tak hanya menjadi pahlawan bagiku, namun bagi seluruh NKRI.

Note : Tak sepenuhnya realita, namun benar-benar nyata.

Wherever, Wednesday, March 17

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun