Mohon tunggu...
Fayola Novalina Sofyan_Ola
Fayola Novalina Sofyan_Ola Mohon Tunggu... Sekolah

hobi saya main game

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Topeng di Balik senyum (Munafik)

26 September 2025   09:20 Diperbarui: 26 September 2025   09:18 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kampung kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Di mata masyarakat, Raka dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah, pandai berbicara, dan sering memberi nasihat kepada anak-anak muda di surau. Hampir setiap sore ia hadir, duduk di barisan depan, bahkan kadang diminta imam untuk mengumandangkan azan.

Namun, ada sisi lain dari Raka yang tak banyak diketahui orang. Di balik tutur katanya yang manis, hatinya dipenuhi dengan kepalsuan. Ia suka memuji di depan, tapi mencaci di belakang. Raka sering menasihati orang agar menjauhi dosa, namun dirinya justru melakukannya diam-diam.

Suatu sore, selepas maghrib, Raka berbicara dengan temannya, Hafiz, di teras surau.

Raka: "Fiz, aku benar-benar prihatin lihat anak-anak muda kampung ini. Banyak yang suka nongkrong di warung sampai larut malam, main kartu, bahkan lupa salat. Padahal kan dosa besar."

Hafiz:"Betul, Ka. Makanya aku salut sama kamu. Kamu rajin banget salat di surau, selalu ada di depan jamaah. Semoga kita bisa istiqomah."

Raka tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia merasa puas karena berhasil mencitrakan dirinya sebagai orang alim.

Namun, ketika malam semakin larut, setelah semua jamaah pulang, Raka tak langsung ke rumah. Ia justru pergi ke warung kopi di ujung jalan. Di sana sudah ada beberapa temannya yang menunggu dengan kartu remi dan rokok di meja.

Teman Raka:
"Eh, akhirnya datang juga si ustaz kampung!"

Raka (sambil tertawa kecil):
"Jangan panggil ustaz lah, malu aku. Ayo cepat, bagi kartunya. Malam ini aku yakin menang besar!"

Mereka pun bermain hingga larut malam. Tawa keras dan kata-kata kasar keluar dari mulut Raka, jauh berbeda dari sikapnya di surau.

Hari demi hari, kebiasaan itu berulang. Hingga suatu saat, Hafiz tanpa sengaja melihat Raka sedang tertawa-tawa di warung saat larut malam. Ia kaget dan merasa kecewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun