Meskipun beberapa layanan paylater menawarkan cicilan tanpa bunga, banyak yang menerapkan bunga cukup tinggi jika pembayaran terlambat. Selain itu, denda keterlambatan juga bisa sangat membebani. Tanpa manajemen keuangan yang baik, pengguna bisa saja terjebak dalam siklus utang yang sulit diselesaikan.
3. Kecanduan Konsumsi dan Gaya Hidup Konsumtif
Paylater mendorong pola konsumsi yang berlebihan. Banyak pengguna yang membeli barang di luar kemampuan finansial mereka karena tergiur dengan kemudahan pembayaran. Gaya hidup "beli dulu, bayar pikir belakangan" menjadi pola pikir yang berbahaya jika tidak diimbangi dengan kesadaran finansial.
4. Menurunnya Skor Kredit
Beberapa layanan paylater sudah terintegrasi dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK atau sistem pengecekan kredit. Jika pengguna gagal membayar tepat waktu, catatan negatif ini akan masuk ke dalam riwayat kredit mereka. Akibatnya, mereka bisa kesulitan saat ingin mengajukan pinjaman di kemudian hari, seperti KPR atau kredit kendaraan.
Literasi Keuangan yang Rendah
Salah satu faktor utama yang membuat generasi muda rentan terhadap risiko paylater adalah rendahnya literasi keuangan. Banyak dari mereka yang belum memahami prinsip dasar pengelolaan keuangan pribadi, seperti membuat anggaran, mengelola utang, dan menabung untuk masa depan. Dalam kondisi ini, kehadiran layanan yang memfasilitasi konsumsi instan seperti paylater justru menjadi jebakan.
Mengatasi Risiko: Edukasi dan Regulasi
Untuk mengurangi risiko penggunaan paylater yang tidak bijak, dibutuhkan dua hal utama: edukasi dan regulasi.
Edukasi Keuangan
Pemerintah, institusi pendidikan, dan pelaku industri keuangan perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan generasi muda. Materi pengelolaan keuangan pribadi harus diajarkan sejak dini, termasuk cara menggunakan fasilitas kredit dengan bijak dan risiko utang konsumtif.