Mohon tunggu...
FAUZIYAH PUTRI
FAUZIYAH PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang senang mengeksplorasi dunia kata-kata melalui tulisan. Hobi saya adalah membaca buku dan mendengarkan musik. Saya tertarik dengan dunia kepenulisan dan berkomitmen untuk terus mengembangkan keterampilan menulis saya. Melalui kata-kata, saya berusaha untuk memberikan inspirasi dan berbagi cerita yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hambatan dan Harapan: Realitas Pendidikan Inklusi di Abad 21

28 Desember 2023   23:22 Diperbarui: 28 Desember 2023   23:26 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak negara telah menyetujui penerapan pendidikan inklusi sebagai langkah untuk melawan diskriminasi dalam bidang pendidikan. Implementasi pendidikan inklusi didasarkan pada dokumen-dokumen internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jomtien tahun 1990, Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat tahun 1993, serta Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 (Darma & Rusyidi, 2015).

Pendidikan inklusi adalah sebuah paradigma yang humanis dan filsafah pendidikan  yang  dapat  mengakomodasi  semua  peserta  didik  sesuai  dengan kebutuhannya,  selain  itu  pendidikan  inklusi  adalah  pendidikan  yang  tidak diskriminatif  yang  memberikan  layanan  terhadap  semua  peserta  didik  tanpa memandang  kondisi  fisik,  mental,  intelektual,  sosial emosional, ekonomi,  jenis kelamin,  suku,  budaya,  tempat  tinggal,  bahasa  dan  sebagainya.Pelaksanaan pendidikan inklusi menurut UNESCO mestinya, menerima, merawat, mendidik anak, tanpa memandang kekurangan hambatan anak,  kondisi fisik anak, intelektual, social,  emosional  anak.  Juga  memberikan  layanan  pendidikan  sesuai  dengan kebutuhannya, sehingga perkembangannya dapat berkembang secara optimal (Barlian et al., 2023). Pendidikan inklusi, sebagai konsep mengakui hak setiap individu untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang, telah menjadi fokus perhatian di abad ke-21. Meskipun konsep ini penuh harapan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, realitas di lapangan seringkali dihadapkan pada berbagai hambatan yang kompleks.

Hambatan pertama yang muncul adalah mengenai stigma negatif yang melekat pada individu berkebutuhan khusus. Diskriminasi seringkali diterima oleh ABK dalam baik dari siswa non-ABK hingga pendidik. Salah satu contoh stigma yang muncul diantaranya ABK dinilai menghambat proses pembelajaran di dalam kelas, dikarenakan gaya belajar yang berbeda dari anak normal lainnya dan kemampuan dalam menangkap pelajarannya terkadang lebih lambat (Dulisanti, 2015). Hal ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan pendidikan inklusi (Sakinah & Marlina, 2018).

Hambatan selanjutnya yang dirasakan oleh ABK adalah kurangnya sumber daya. Pendidikan inklusi membutuhkan sumber daya yang memadai, seperti guru yang terlatih, fasilitas yang sesuai, dan bahan ajar yang mendukung. Sayangnya, kekurangan sumber daya sering kali menjadi hambatan dalam mewujudkan pendidikan inklusi yang efektif. Tenaga pendidik pada sekolah inklusi dituntut untuk memiliki kemampuan lebih dari pada tenaga pendidik pada umumnya. Kemampuan guru sebagaimana dimiliki oleh guru-guru di sekolah reguler tentu belum cukup bila dibandingkan dengan guru di sekolah inklusi (Sudayat et al., 2014). Namun, di sisi lain pemerintah kurang berperan dalam mendukung sarana dan prasarana serta alat permainan edukatif, sehingga fasilitas yang dimiliki sekolah sangat terbatas, dan tidak mampu mengakomodir kebutuhan seluruh peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran yang efektif, demikian juga dengan kurangnya kebutuhan helper ataupun tenaga asisten guru (Samsuni, 2022).

Kemudian hambatan lain yang dirasakan individu berkebutuhan khusus adalah adanya tantangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan beragam siswa merupakan tantangan lain. Adakalanya, kurikulum yang kurang inklusif dapat menghambat perkembangan siswa dengan kebutuhan khusus. kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan individu berkebutuhan khusus dapat memperburuk situasi dan memperparah kesenjangan pendidikan. Kurikulum yang baik harus menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia dalam masyarakat (Hanifah et al., 2021).

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pendidikan inklusi memiliki banyak harapan untuk masa depan. Pendidikan inklusi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan pendidikan yang adil dan setara bagi seluruh warga negara, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.

Harapan bagi pendidikan inklusi di Indonesia yang pertama adalah dapat menjadi sarana untuk mewujudkan pendidikan yang adil dan setara bagi seluruh warga negara. Makna adil dan setara dalam pendidikan mencakup prinsip kesetaraan akses dan kesempatan. Hal ini berarti setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kondisi pribadi, memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Prinsip ini juga mencakup pemberian akses yang adil terhadap fasilitas pendidikan, kesempatan kerja, dan layanan kesehatan, serta perlakuan yang setara dan adil bagi semua individu, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (Admindesa, 2023). Artinya, dalam  pendidikan  inklusi,  setiap  individu  memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas (Wahid & Khoulita, 2023).

Harapan selanjutnya adalah pendidikan inklusi juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Pendidikan inklusi dapat mendorong sekolah umum untuk menjadi lebih inklusif dan ramah disabilitas. Hal ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan, karena sekolah umum akan menjadi lebih terbuka dan tanggap terhadap kebutuhan semua peserta didik.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak. Pemerintah perlu terus memperkuat komitmennya untuk mendukung pendidikan inklusi. Pemerintah perlu menyediakan anggaran yang memadai untuk sarana dan prasarana pendidikan inklusi. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pendidikan inklusi kepada masyarakat.

Selain itu, diperlukan juga peran aktif dari masyarakat, terutama keluarga dan komunitas. Keluarga dan komunitas perlu mendukung pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus. Keluarga dan komunitas perlu memberikan informasi dan dukungan kepada anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat mengikuti pembelajaran secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun