Kubalik kartu itu. Cap posnya dari Sevilla, dan satu-satunya yang tertulis di sana adalah:
"Aku sering memikirkanmu. Bisakah kau menunggu sedikit lebih lama?"
Aku mencoba berpikir jernih. Aku mencoba mengatakan kepada diri sendiri bahwa aku tidak bisa berharap langsung berjumpa dengan si Gadis, barangkali tidak dalam beberapa hari pertama. Jadi, aku tidak tinggal di kebun itu lebih dari tiga jam. Tapi, untuk berjaga-jaga sebelum pergi, aku tinggalkan catatan untuknya di sebuah air mancur tua di tengah kebun itu. Kutulis,
"Aku pun selalu memikirkanmu. Tidak, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi".
Aku taruh sebuah batu kecil di atas kertas itu.
------------------------------------------------------------
Kurang dari satu jam kemudian, ketika aku sudah masuk jauh ke dalam kota itu lagi, baru kusadari dengan penuh kekecewaan betapa aku mungkin sudah melakukan sesuatu yang sangat keliru.
Dia dulu mengatakan:
"Kamu mesti bisa menunggu enam bulan. Jika kamu bisa menunggu selama itu, kita bisa saling berjumpa lagi".
Kemudian, aku bertanya mengapa aku harus menunggu selama itu si Gadis hanya menjawab:
"Karena memang selama itulah kamu harus menunggu. Tapi, jika kamu bisa melakukan itu, kita bisa bersama setiap hari sepanjang enam bulan berikutnya".
------------------------------------------------------------
"Kamu gagal," katanya. "kamu tidak bisa menungguku!"
"Tidak," aku akui. "Karena kini hatiku berdarah lantaran derita".
Aku menatapnya, dia masih tersenyum. Aku mencoba untuk tersenyum juga, tapi tidak berhasil.
"Jadi, aku sudah kalah bertaruh?" aku menambahkan.
Dia berpikir sejenak, kemudian berkata,