Mohon tunggu...
Fauzan Rizqy Hidayat
Fauzan Rizqy Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama : Fauzan Rizqy Hidayat NIM : 43223010058 Program Studi / Fakultas : S1- Akuntansi / Fakultas Ekonomi dan Bisnis Mata Kuliah : Sistem Informasi Akuntansi Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

11 Oktober 2025   15:13 Diperbarui: 11 Oktober 2025   15:23 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.wikipedia.org/wiki/Wilhelm_Dilthey

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara hermeneutika Wilhelm Dilthey dan teori akuntansi, dengan pendekatan filosofis yang menempatkan akuntansi sebagai ilmu kemanusiaan, bukan semata-mata sistem pengukuran objektif. Melalui analisis 5W + 1H (What, Who, When, Where, Why, How), Artikel ini membahas apa yang dimaksud dengan hermeneutika Dilthey, siapa tokohnya dan pengaruhnya, kapan pemikirannya muncul, di mana relevansi konsepnya bagi dunia akuntansi, mengapa perlu pendekatan hermeneutik, dan bagaimana penerapannya dalam konteks epistemologi, ontologi, dan aksiologi akuntansi.

Penelitian ini bersifat kualitatif--interpretatif dengan pendekatan studi pustaka. Hasil kajian menunjukkan bahwa akuntansi hermeneutik berupaya memahami angka dan laporan keuangan sebagai ekspresi kehidupan manusia yang sarat nilai, empati, dan moralitas. Pengetahuan akuntansi tidak hanya lahir dari pengamatan empiris (Erklren), tetapi juga dari pemahaman batin (Verstehen) terhadap makna simbolik kehidupan ekonomi. Melalui perspektif Dilthey, akuntansi dapat dimaknai sebagai "tindakan menulis kehidupan"---sebuah bentuk komunikasi etis dan spiritual antara manusia, masyarakat, dan nilai-nilai yang dihidupinya.

1. Pendahuluan

Dalam dunia modern yang semakin terukur dan terstandar, akuntansi sering kali dipandang sebagai bahasa universal bisnis---sebuah sistem yang mampu mengubah realitas ekonomi menjadi angka-angka yang tampak pasti, obyektif, dan terukur. Laporan keuangan, rasio profitabilitas, serta indikator kinerja dianggap mewakili "kebenaran" tentang kondisi suatu organisasi. Namun, di balik segala ketepatan matematis dan konsistensi teknis itu, terselip satu pertanyaan mendasar: apakah angka-angka tersebut sungguh merepresentasikan kehidupan manusia yang kompleks, ataukah sekadar bayangan statistik dari kenyataan yang jauh lebih dalam?

Pertanyaan itulah yang menjadi titik tolak bagi kajian hermeneutik terhadap akuntansi. Hermeneutika, sebagai seni memahami makna di balik teks, pengalaman, dan simbol kehidupan, menawarkan cara pandang alternatif terhadap disiplin ini. Dalam pandangan Wilhelm Dilthey (Who), seorang filsuf besar Jerman yang hidup pada paruh kedua abad ke-19 (When), pengetahuan manusia tidak tunggal, melainkan terbagi dalam dua jalan: ilmu alam (Naturwissenschaften), yang berupaya menjelaskan dunia melalui hukum sebab-akibat, dan ilmu roh (Geisteswissenschaften), yang berupaya memahami kehidupan melalui pengalaman dan makna.

Apa (What) yang menjadikan hermeneutika Dilthey relevan dengan akuntansi adalah penekanannya bahwa pengetahuan tentang manusia tidak dapat direduksi menjadi angka semata. Dalam akuntansi, setiap keputusan, catatan, dan laporan bukan hanya hasil kalkulasi logis, tetapi juga ungkapan dari nilai, tanggung jawab, dan keyakinan. Saat seorang akuntan menetapkan nilai wajar suatu aset, mempertimbangkan depresiasi, atau menyusun laporan tahunan, ia sesungguhnya sedang menafsirkan realitas sosial dan moral yang melibatkan manusia di dalamnya. Dengan kata lain, akuntansi adalah praktik penafsiran yang hidup---sebuah hermeneutika dalam tindakan.

Dalam kerangka itu, mengapa (Why) pendekatan hermeneutik penting adalah karena ia mengembalikan akuntansi ke jantung kemanusiaan. Di tengah arus globalisasi dan kapitalisme yang menuntut efisiensi maksimal, akuntansi kerap tergelincir menjadi alat kekuasaan yang menyingkirkan nilai-nilai empati dan keadilan. Skandal manipulasi keuangan, rekayasa laporan laba, dan penyembunyian kerugian bukan hanya kesalahan teknis, tetapi cerminan hilangnya kesadaran etis dalam profesi ini. Hermeneutika, dengan semangat Verstehen (pemahaman) dan Einfhlung (empati), menuntun kita untuk melihat bahwa angka bukanlah entitas netral; ia adalah simbol kehidupan yang membawa beban moral, sosial, dan spiritual.

Di mana (Where) konteks penerapan pemikiran ini paling nyata? Jawabannya: di setiap ruang di mana akuntansi menyentuh kehidupan manusia. Dalam ruang rapat korporasi, di mana keputusan finansial memengaruhi nasib ribuan pekerja. Dalam organisasi sosial, di mana pencatatan sederhana bisa menentukan keberlanjutan program kemanusiaan. Dalam ruang kuliah, di mana calon akuntan belajar bukan hanya cara menghitung, tetapi juga cara memahami makna di balik perhitungan. Akuntansi hadir di tengah kehidupan, bukan di luar kehidupan. Ia menjadi bagian dari Lebenswelt---dunia hidup yang dihayati manusia setiap hari.

Bagaimana (How) pendekatan hermeneutik diterapkan dalam akuntansi? Dengan mengubah cara pandang terhadap data dan angka. Laporan keuangan tidak lagi dianggap sebagai cermin objektif dari kenyataan ekonomi, melainkan sebagai teks sosial yang perlu ditafsirkan. Angka laba bukan sekadar hasil akhir dari operasi matematika, tetapi ekspresi dari pandangan moral tentang keadilan dan keseimbangan antara modal, tenaga kerja, dan masyarakat. Auditor tidak lagi hanya memeriksa ketaatan pada standar, tetapi juga menelusuri makna tanggung jawab yang terkandung di balik setiap keputusan akuntansi.

Dilthey mengajarkan bahwa memahami kehidupan berarti menghidupkan kembali pengalaman orang lain---Nacherleben. Dalam konteks akuntansi, hal ini berarti peneliti atau akuntan harus mampu menempatkan dirinya dalam posisi pihak lain: memahami tekanan, dilema moral, dan nilai-nilai yang melatarbelakangi tindakan ekonomi. Dengan cara ini, akuntansi tidak lagi berdiri sebagai sistem netral, melainkan sebagai praktik pemaknaan yang bersifat intersubjektif dan historis.

Lebih jauh, pendekatan hermeneutik menantang klaim objektivitas mutlak dalam akuntansi. Ia menunjukkan bahwa setiap angka selalu lahir dalam konteks sosial tertentu dan mengandung jejak nilai-nilai budaya. Misalnya, dalam masyarakat tradisional, "keuntungan" bisa bermakna keberkahan dan keseimbangan hidup, sementara dalam sistem kapitalistik modern, "keuntungan" sering diartikan sebagai indikator dominasi dan keberhasilan material. Dengan demikian, akuntansi bukan hanya cermin realitas ekonomi, tetapi juga cermin nilai-nilai peradaban yang melahirkannya.

Melalui kacamata Dilthey, akuntansi dapat dipahami sebagai bentuk Ausdruck---ekspresi kehidupan yang mengungkapkan struktur batin masyarakat. Setiap laporan, angka, dan neraca adalah simbol-simbol yang menuturkan kisah manusia: kisah tentang tanggung jawab, ambisi, solidaritas, dan kadang-kadang keserakahan. Memahami akuntansi berarti memahami manusia yang berada di baliknya.

Dengan cara ini, hermeneutika memberi arah baru bagi teori akuntansi modern: bahwa ilmu ini harus melampaui objektivitas semu dan berani menafsirkan makna kehidupan yang dikandungnya. Akuntansi bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga sarana komunikasi moral yang menyatukan manusia dalam jaringan makna sosial. Dalam pandangan hermeneutik, akuntansi sejatinya adalah upaya manusia untuk memahami dan menata kehidupannya sendiri melalui simbol angka---sebuah "tindakan menulis kehidupan" (Lebensschrift).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun